Thursday, April 18, 2024
HomeInternasionalRahman Sabon: Terkait Laut Cina Selatan Menlu Harus Lebih Tegas Pada Cina

Rahman Sabon: Terkait Laut Cina Selatan Menlu Harus Lebih Tegas Pada Cina

 

Rahman Sabon Nama
Rahman Sabon Nama

JAKARTA – Keputusan Pengadilan Internasional PCA di Den Haag (Belanda) tentang Laut Cina Selatan (LCS) bersifat mengikat namun Cina sendiri dengan tegas dari awal sudah menolak, mulai dari kewenangan lembaga arbitrase (PCA) tersebut maupun proses dan keputusan yang diambil oleh PCA. Dengan keputusan PCA tersebut Pemerintah Indonesia dalam hal ini Menteri Luar Negeri (Menlu) dan Menteri Pertahanan (Menhan) perlu melakukan antisipasi sikap dan tindakan Pemerintah Cina selanjutnya. Demikian disampaikan pengamat politik dan pemerhati isu keamanan Rahman Sabon Nama.

Rahman Sabon menyatakan bahwa saat ini Cina lebih mengandalkan kekuatan militer dan ekonominya karenanya mereka telah mengeluarkan buku putih tentang LCS.

“Karena itu, saya meminta agar Presiden Joko Widodo serius melihat kondisi dan sikap Cina yang merupakan salah satu ancaman pertahanan yang harus kita hadapi disamping ancaman dari pihak lain di dalam maupun di luar negeri,” ujar Rahman Sabon Nama kepada redaksi cakrawarta, Rabu (13/7/2016) siang.

Berkaitan dengan sikap Cina dan potensi ancaman itu, Rahman Sabon mendesak Menlu Retno Marsudi segera membuat pernyataan yang lebih tegas dan konkrit. Menurut Rahman Sabon hal tersebut penting mengingat sampai detik ini, Pemerintah baru sekadar memberikan pernyataan menghormati keputusan PCA dan akan menjaga stabilitas kawasan.

“Menurut hemat saya, Menlu perlu memberikan butir-butir pernyataannya seperti ini misalnya ‘dengan keputusan PCA, maka segala pelanggaran kedaulatan dan hak berdaulat di wilayah perairan Natuna dan ZEE-nya akan dilaksanakan tindakan yang tegas sesuai hukum laut internasional’. Kan bisa toh seperti itu. Jadi ada ketegasan,” papar pria kelahiran NTT tersebut.

Rahman Sabon menambahkan bahwa pihak Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan Bappenas perlu pula untuk segera melaksanakan pembangunan infrastruktur pertahanan di wilayah Natuna baik dermaga, lapangan terbang maupun fasilitas pertahanan lain. Bahkan mendesak adanya patroli udara dan laut yang rutin dan menempatkan kapal perang yang memiliki kemampuan tempur handal untuk setiap saat standby di Natuna tanpa perlu terprovokasi dengan manuver-manuver kapal China.

Menurut Rahman Sabon, selain kekuatan alutsista Kemenhan juga sangat membutuhkan perbaikan anatomis berupa penguasaan dan pemanfaatan drone dan teknologi keantariksaan berupa satelit pertahanan. Sedangkan, sesuai ketentuan hak berdaulat di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) maka Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Angkatan Laut melalui Badan Keamanan Laut (BAKAMLA) RI dapst pula untuk segera melaksanakan pemanfaatan WPP-RI di kawasan Natuna dengan mengerahkan kapal-kapal ikan dan bukan sekadar kapal nelayan sederhana untuk menangkap ikan dan yang dilindungi oleh KRI dan kapal Bakamla.

“Perlu saya ingatkan pada Pemerintah agar lebih hati-hati dalam melaksanakan kerjasama ekonomi dan bidang lain terutama teknologi pertahanan dengan Cina karena akan beresiko terhadap kepentingan nasional. Ini juga perlu didukung oleh semua pejabat pemerintah,” tegasnya.

Pihak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) juga perlu melakukan penguatan hukum terhadap klaim unilateral ZEE Indonesia dengan melakukan pendepositan peta NKRI dan titik-titik koordinatnya ke PBB.

“Disamping itu, Kemenlu dan Kementerian Hukum dan HAM perlu segera merevisi UU Nomor 5 tahun 1983 tentanv ZEE Indonesia dan UU Nomor 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen sesuai UNCLOS 1982 dan perlu menambahkan koordinat titik-titik zonasi perairan NKRI,” pungkas Rahman Sabon Nama menanggapi pernyataan pemerintah Indonesia terkait putusan PCA di Den Haag atas gugatan pemerintah Philipina terkait klaim LCS oleh Cina.

(bm/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular