JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Pedagang dan Tani Tanaman Pangan dan Holtikultura Indonesia (APT2PHI), Dr. Rahman Sabon Nama, gusar memerhati situasi dan kondisi pemenuhan pangan-beras oleh pemerintah dalam beberapa pekan ini.
Rahman menyatakan pemerintahan Jokowi-Amien gagal melakukan stabilisasi harga beras melalui Bulog yang pada gilirannya menyulut tingginya harga beras saat ini.
Dampaknya menurut Rahman, proporsi pengeluaran rumah tangga masyarakat untuk beras semakin besar dan berat.
“Jika pemerintah lamban mengatasi masalah ini bisa terjadi krisis beras yang menjalar ke krisis politik. Ini dapat menyulitkan pemerintahan Pak Jokowi,” ujar Rahman pada media ini, Senin (20/2/2023).
Rahman merinci, bahwa harga beras medium broken 15% berdasarkan rilis Bank Indonesia pada Jumat (17/2/2023) untuk wilayah DKI Jakarta mencapai Rp 14.950/kg ,Sumatera Barat Rp 15.250/kg, Kalimantan Selatan Rp 15.950 dan Kalimantan Tengah Rp 15.500/kg.
“Harga-harga yang meroket ini praktis dipicu oleh ketidakstabilan harga beras di pasar,” imbuh Rahman.
Menurut Rahman, ada dua varibel ketidakstabilan harga beras pada sisi yang berbeda. Pertama, ketidakstabilan harga beras antar musim, dimana perbedaannya antara musim panen dan musim paceklik. Kedua, ketidakstabilan antar tahun, disebabkan pengaruh iklim seperti kekeringan, kebanjiran, dan fluktuasi harga beras di pasar internasional yang sulit diramalkan.
“Karenanya, diperlukan kepandaian dan kecekatan pemerintah dalam kebijakan untuk menstabilkan harga lewat operasi pasar. Baik dari aspek distribusi maupun manajemen stok inti dari permasalahan stabilisasi harga beras,” tegasnya.
Akan tetapi dalam cipta, kreasi, maupun eksekusi stabilitas harga beras, Rahman menengarai bahwa kementerian dan lembaga terkait, terutama Kementerian Perdagangan, Badan Pangan Nasional, beserta Bulog, nyaris tidak punya kapasitas kan kapabilitas sebagai eksekutor ataupun policy maker stabilitas harga beras.
“Toh Presiden Jokowi kerap kali mengatakan bahwa betapa penting dan utamanya seorang eksekutor- birokrat menyukseskan pekerjaan atau desain program pemerintah,” kata Rahman yang juga Ketua Umum Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN) itu.
Karenanya, menurut Rahman, Presiden Jokowi perlu memberi teguran serius kepada pimpinan kementerian dan lembaga terkait itu Menteri Perdagangan, Kepala Badan Pangan Nasional, dan Kepala Bulog.
“Atau, kalau tidak laik atau mampu mengurus masalah pangan rakyat, lebih baik minta kepada Presiden untuk mengundurkan diri, ketimbang dibilang tidak becus mengurus pangan untuk rakyat,” kata pria asal pulau Adonara NTT itu.
Alumnus Lemhanas RI ini, membeberkan bahwa saat ini inflasi semakin sulit terkendali akibat harga beras medium sudah tembus Rp 15.000/kg. Lebih spesifik dikatakan bahwa problem operasi pasar tidak berhasil mencapai sasaran harga eceran tertinggi (HE) Rp 9400/kg saat ini.
“Masalah timbul karena misi stabilisasi harga beras yang dilakukan Bulog tidak memperhitungkan ketepatan waktu pembelian, penguasaan stok, serta pelepasan stok pada saat yang tepat,” tukas Rahman.
Selain itu, menurut Rahman, karena Bulog tidak melibatkan peran strategis mitranya yang selama ini membantu pemerintah dalam stabilisasi harga. Mitra strategis dimaksud yaitu APT2PHI dan PERPADI (Asosiasi Penggilingan Padi dan Pedagang Beras Indonesia) yang anggotanya adalah para pedagang pangan dan beras.
“Mitra strategis itu tidak dilibatkan dalam penyaluran beras untuk Operasi Pasar Bulog,” tandas Rahman.
Menurut Rahman, beras Bulog dijual dengan harga subsidi berdasarkan SPS Bulog Rp 8300/kg , distribusinya tidak menyentuh sasaran pasar tradisional.
“Kenapa? Karena dikuasai mafia beras dan ditemukan dijual oleh supermarket milik oligarki seperti pedagang retailer Indomart dan Alfamart yang dibanderol dengan harga Rp 12.500/kg,” ujarnya miris.
Masih relevan dengan stabilisasi harga beras, Rahman pun membeberkan insiden yang dinilainya tragis yaitu antara Bulog dan komunitas pedagang beras.
Insiden itu, kata Rahman, terjadi Jumat lalu (17/2/2023) dimana para pedagang beras merasa ditipu pemerintah akibat Bulog Divre DKI Jakarta dan Banten sudah menerima uang dari pedagang tetapi beras tidak ada di gudang Bulog DKI Jakarta.
Dugaan penipuan itu, kata Rahman, bermula saat para pedagang beras itu, pada 9 Februari 2023, melakukan penyetoran uang ke rekening Bulog berdasarkan Surat Perintah Setor (SPS) yang dikeluarkan Bulog. Setelah kewajiban setor itu, D/O (Delivery Order) tak kunjung diterbitkan Bulog untuk bisa mendapatkan beras dari gudang Bulog.
Akibatnya, para pedagang tersulut amarah dan berujung pada unjuk rasa ke Bulog DKI Jakarta. Mereka merangsek masuk ke dalam ruang kantor Bulog DKI itu, tapi dihalau keluar oleh polisi. Dengan antrean truk-truk angkutan para pendemo menuntut agar pihak Bulog DKI membuka gudang beras untuk diangkut sebanyak nilai uang yang disetor.
“Hasilnya, mereka justru berhadapan dengan aparat polisi, dan beras di gudang pun tak kunjung dikeluarkan karena memang tak ada beras,” kisah Rahman pada media ini.
Yang membuatnya makin miris, menurut Rahman, sepanjang sejarah Indonesia merdeka, baru terjadi di era kekuasaan Presiden Jokowi, para pedagang beras penyalur Bulog merasa ditipu mentah-mentah oleh pemerintah.
“Memilukan dan memalukan,” ucapnya kesal dan mengakhiri keterangannya.
(bm/bus/bti)
Walau terlambat kalo di gudang bulog stok beras banyak, harga tidak sampai mencekik rakyat. Glontorkan beras ke pasar. Seperti bulog zaman soeharto. Masa bolog kalah dengan mafia beras, mafia beras tidak ada yg punya stok berassampai jutaan ton. Bulog uangnya tak terhingga. Tak terbatas. Wkwkwk….
Inilah akibat suka tipa tipu, yang sudah menjadi budaya, utk menjadi presiden aja sudah membohongi rakyat dan bangsanya, ijazah palsu, janji palsu, janji tidak import tapi buktinya tetap aja import, boro boro swadaya pangan ketika zaman soeharto, yg ada diotak rezim ini cuma mempertahankan kekuasaan dengan cara cara zalim…