Thursday, April 25, 2024
HomeSains TeknologiKesehatanEpidemiolog Unair: Vaksin Covid-19 Aman Dilakukan Saat Berpuasa

Epidemiolog Unair: Vaksin Covid-19 Aman Dilakukan Saat Berpuasa

Pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (FKM Unair) Laura Navika Yamani saat masih studi S3 di Jepang. (foto: istimewa)

 

SURABAYA – Pemerintah telah memutuskan bahwa program vaksinasi Covid-19 tetap berjalan selama bulan puasa. Hal tersebut juga telah didukung oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengeluarkan fatwa bahwa diperbolehkan melakukan vaksinasi Covid-19 karena tidak membatalkan puasa.

Laura Navika Yamani S.Si., M.Si., Ph.D., salah satu pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (FKM Unair) menjelaskan bahwa vaksin Covid-19 tidak tergolong sebagai makanan atau minuman dan vaksin itu sendiri diberikan secara intramuskuler bukan secara oral. Sehingga, menurutnya vaksin Covid-19 tidak membatalkan puasa.

Dosen yang akrab disapa Laura itu juga mengatakan, jika seseorang hendak melakukan suntik vaksin Covid-19 di bulan ramadhan maka dia perlu memperhatikan kondisi kesehatannya. Beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum melaksanakan vaksinasi saat berpuasa, tambah Laura, yaitu harus melakukan sahur dan istirahat yang cukup.

“Apabila melakukan vaksinasi saat berpuasa yang dikhawatirkan adalah seseorang menjadi lemas setelah divaksin sehingga dia membatalkan puasanya. Maka dari itu, pemerintah juga telah memberikan alternatif bagi masyarakat untuk melaksanakan vaksinasi pada malam hari agar hal yang dikhawatirkan itu tidak terjadi,” ujar Laura, Jumat (30/4/2021).

Lebih lanjut, Laura mengungkapkan bahwa seseorang yang akan mendapatkan vaksin Covid-19 harus melalui proses screening terlebih dahulu untuk memastikan kesehatannya dalam kondisi yang baik. Apabila seseorang memiliki penyakit kormobid, sambungnya, maka hal tersebut juga akan diketahui melalui proses screening, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya efek simpang.

“Dalam vaksinasi, istilah efek samping disebut sebagai efek simpang. Ketika muncul efek simpang maka harus diidentifikasi terlebih dahulu, apakah benar efek tersebut disebabkan karena vaksin yang telah didapat,” ungkapnya.

Setelah proses vaksinasi selesai dilaksanakan, tambah Laura, maka akan dilakukan pemantauan selama 30 menit untuk mengetahui apakah ada efek simpang yang muncul pada orang yang telah divaksin. Pemantauan juga tetap dilakukan hingga orang tersebut pulang dari tempat dia mendapat vaksin sehingga, ketika efek simpang muncul dapat segera melapor ke fasilitas kesehatan.

“Jika hanya efek simpang ringan yang muncul maka biasanya sekitar 1-2 hari sudah hilang, tetapi jika efek simpang yang muncul tergolong berat maka harus segera dikomunikasikan dengan dokter di fasilitas kesehatan terdekat agar mendapatkan penanganan,” tambah alumnus Kobe University, Jepang itu.

Terakhir, Laura mengimbau agar masyarakat turut berkontribusi pada upaya pemerintah untuk menyelesaikan pandemi dengan secara sukarela mau melakukan vaksinasi Covid-19. Tidak hanya itu, menurut Laura, pemerintah juga perlu memberikan edukasi terkait pentingnya vaksinasi Covid-19 dan informasi yang valid mengenai kemungkinan munculnya kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI).

“Masyarakat perlu memahami bahwa sebenarnya program vaksinasi Covid-19 itu sendiri memiliki lebih banyak manfaat daripada kerugiannya,” pungkas Laura.

(pkip/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular