SURABAYA– Dalam era globalisasi, kebutuhan untuk saling terhubung dengan dunia internasional dalam berbagai aspek menjadi sebuah keharusan, salah satunya perdagangan. Perdagangan lintas negara atau perdagangan internasional kian digencarkan oleh banyak negara demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dalam skema pembayaran internasional, mata uang Dolar Amerika (US Dollar) masih memegang peranan penting.
Ekonomi senior Rossanto Dwi Handoyo mengatakan bahwa hegemoni dolar AS sebagai mata uang dunia lahir dari Perjanjian Bretton Woods. Perjanjian tersebut menghasilkan Sistem Bretton Woods, yaitu sistem dimana Dolar AS akan menggunakan emas sebagai standar dan nilai mata uang lainnya akan ditautkan pada nilai dolar AS.
“Bretton Woods muncul setelah era perang dunia kedua Ketika diantara beberapa negara melakukan transaksi perdagangan dan menghasilkan kekacauan pembayaran. Mereka bingung, mata uang lokal, tidak diterima kalau dengan emas, harganya fluktuatif,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, melihat persoalan yang terjadi, Amerika menawarkan dan menjaminkan dolar sebagai mata uang pembayaran dalam perdagangan antar negara. Dalam komitmennya ketika itu, Amerika akan menjaminkan 1/35 oz emas dalam setiap cetakan satu dolar.
“Dengan adanya jaminan Amerika seperti itu, akhirnya menimbulkan kepercayaan atau trust dunia internasional kepada Dolar Amerika. Dari itu, setiap Amerika mencetak mata uang harus di-back up oleh emas yang ditaruh di bank sentral Amerika,” tutur Guru Besar bidang Ilmu Ekonomi Internasional tersebut.
Namun, sistem tersebut akhirnya runtuh pada tahun 70-an akibat ketidakmampuan Amerika dalam menjamin mata uangnya. Ekonomi AS saat itu pun mengalami stagflasi dengan tingginya tingkat pengangguran. Tambahnya, ketidaksesuaian inilah yang meruntuhkan perjanjian Bretton woods.
“Tapi kemudian, walaupun sistem itu sudah runtuh, dunia masih percaya dengan Dolar Amerika dibandingkan dengan mata uang yang lain. Sehingga sekarang berlaku sistem perdagangan mata uang dengan flexible exchange rate,” tambahnya
Kekuatan dolar yang telah terpupuk lama tersebut belum mampu digantikan oleh lainnya. Sehingga, dolar tetap menjadi acuan hingga kini. Setiap pertukaran mata uang antar negara, maka dolar akan menjadi penyambung dalam pertukaran nilai yang terjadi.
“Dolar itu paling comfortable. Jadi kalau kita pegang dolar, semua orang mau terima tapi kalau kita pakai mata uang negara lain, belum tentu mereka mau,” pungkas guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga tersebut.
(mar/pkip/bti)