PAMEKASAN – Pandemi Covid-19 punya dampak besar bagi program imunisasi di Jawa Timur, khususnya Madura. Dampak tersebut adalah menurunnya cakupan imunisasi dimana untuk Madura salah satunya yang memiliki cakupan rendah adalah Pondok Pesantren.
Karena itu, Universitas Airlangga melalui GELIAT Airlangga bekerjasama dengan UNICEF dan Dinkes Provinsi Jawa Timur memberikan edukasi pada kalangan pesantren selama 3 hari mulai hari ini, Senin (27/2/2023) hingga Rabu (1/3/2023) di Hotel Odaita, Pamekasan.
Menurut pantauan media ini, acara berlangsung tertutup dan dihadiri oleh perwakilan beberapa pesantren besar di Madura diantaranya Ponpes Al-Amien Prenduan Sumenep, Ponpes Salafiyah Enjelen Sampang dan Ponpes Al-Hamidy Pamekasan.
Menurut Ratna sebagai perwakilan tim GELIAT Airlangga, mengatakan bahwa peran serta masyarakat sangat berkontribusi pada keberhasilan program imunisasi yaitu tingginya dan meratanya cakupan imunisasi.
“Dengan peran masyarakat dalam hal ini termasuk peran Pondok Pesantren maka kami sangat yakin dampaknya besar yakni tinggi dan meratanya cakupan imunisasi sehingga bisa menghindarkan terjadinya kejadian luar biasa penyakit menular seperti difteri dan lainnya,” ujar Ratna dalam kesempatan itu.
Pada acara yang memperkenalkan tentang strategi peningkatan cakupan imunisasi pada pondok pesantren dengan metode Human Centered Design (HCD) itu, disampaikan pula tentang apa itu imunisasi, manfaat dan dampaknya terutama dalam memberikan kekebalan kelompok untuk penyakit menular dan bisa mencegah keparahan dan kematiannya.
“Dalam kesempatan ini kami juga memperkenalkan apa itu metode HCD sebagai strategi peningkatan cakupan imunisasi khususnya di Madura dan kalangan Pondok Pesantren,” ujar Fariani pemateri dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair.
Sementara itu, epidemiolog Unair, Laura Navika Yamani pada sesi selanjutnya, memberikan materi tentang tahapan HCD yang dimulai dari penentuan tujuan dilakukan HCD sebagai bagian penting dalam penggalian masalah atau hambatan terkait imunisasi. Misalnya, tujuannya untuk meningkatkan pemahaman atau menyebarkan tentang manfaat imunisasi pada masyarakat khususnya kalangan Pondok Pesantren.
“Dengan menetapkan tujuan yang disesuaikan kelompok sasaran misalkan masyarakat ponpes. Maka langkah selanjutnya, kita dapat menentukan persona yang merupakan contoh karakter yang digunakan untuk menggambarkan kelompok sasaran yang akan dituju sehingga bisa menggali permasalahan atau hambatan terkait program imunisasi di masyarakat,” ujar Laura dalam kesempatan itu.
Menurut alumnus Kobe University Jepang itu, salah satu hambatan yang kerap terjadi di lapangan adalah adanya penolakan dari orang tua atau wali.
“Penolakan ini terjadi bisa dikarenakan berbagai faktor misalnya adanya KIPI imunisasi sampai masalah halal dan haramnya vaksin,” tandasnya.
Untuk materi selanjutnya, menurut keterangan Tim GELIAT Airlangga akan dijelaskan mengenai tahapan-tahapan HCD yang akan dilanjutkan di hari ke dua dan tiga.
“Nanti pematerinya tetap dari tim GELIAT Airlangga bekerjasama dengan UNICEF dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dimana harapan kami dalam 3 hari ini, informasi tahapan HCD bisa diketahui dan dipahami oleh peserta dan menerapkannya sebagai strategi peningkatan cakupan imunisasi,” pungkas Ratna mengakhiri keterangannya.
(zay/bus/bti)