YOGYAKARTA – Pada Diskusi Publik yang mengambil tema “Dampak Penggunaan Energi Bersih dan Inklusif terhadap Kesehatan Perempuan” yang diselenggarakan YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) di The Hotel 101 terungkap bahwa penggunaan bahan bakar padat untuk aktivitas masak-memasak menjadi kontributor utama penyebab kesehatan perempuan terancam. Diungkap pula bahwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015, sebanyak 43% rumah tangga di Indonesia masih menggunakan bahan bakar padat terutama kayu bakar. Padahal kayu bakar adalah jenis bahan bakar padat yang sangat tidak ramah terhadap kesehatan dan lingkungan, karena menghasilkan gas karbon 88 ppm saat memasak dan 4 ppm saat tidak memasak.
Hal ini jika dibandingkan dengan gas elpiji sangat jauh dimana hanya 3 ppm saat memasak dan 2 ppm saat tidak memasak. Yang juga sangat mengkhawatirkan adalah penggunaan minyak tanah yang ternyata masih tinggi. Padahal minyak tanah pun juga jenis bahan bakar yang tidak sehat untuk perempuan karena menghasilkan gas karbon yang tak kalah tingginya yakni 13 ppm saat memasak dan 2 ppm saat tidak memasak.
Menurut data WHO 2012, secara global terdapat 4,3 juta jiwa meninggal prematur oleh penyakit akibat polusi udara rumah tangga yang disebabkan penggunaan bahan bakar padat. Sedangkan di Indonesia, diprediksi 45.000 kematian prematur pada wanita dan anak-anak, oleh penyakit akibat penggunaan bahan bakar padat tersebut.
Terkait hal itu, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyatakan bahwa pemerintah harus sangat berhati-hati dalam rencananya akan mencabut subsidi untuk gas elpiji 3 kg pada awal 2018. Sebab jika subsidi dicabut maka harga gas elpiji 3 kg akan mahal harganya dan akhirnya masyarakat miskin akan bermigrasi ke kayu bakar lagi.
“Ini sangat membahayakan, baik dari sisi kesehatan, lingkungan dan juga daya beli. Sebab jika subsidi dicabut maka harga gas elpiji 3 kg bisa mencapai Rp 45.000 ribuan per tabung. Tentu hal ini sangat memberatkan dan bisa memukul daya beli,” ujar Tulus Abadi pada peserta Diskusi Publik yang hadir dan rata-rata adalah perempuan itu.
YLKI juga mendesak Pemerintah untuk memfasilitasi masyarakat dalam penggunaan energi bersih, ramah terhadap kesehatan masyarakat dan harganya terjangkau. Baik dalam skala besar, seperti mengoptimalkan eksplorasi panas bumi, solar cell, dan sumber energi lain di masyarakat yang sangat melimpah. Masyarakat juga bisa memanfaatkan sumber-sumber lokal yang sebenarnya banyak bahan bakunya, seperti sampah rumah tangga yang bisa menghasilkan biogas.
“Upaya masyarakat harus difasilitasi Pemerintah termasuk pemerintah daerah dengan skema kebijakan atau regulasi dan skema finansial yang jelas,” paparnya.
YLKI yakin apabila tidak ada upaya pengembangan dan penggunaan energi bersih untuk keperluan rumah tangga maka ancaman kesehatan terhadap perempuan dan anak-anak akan makin meluas. Apalagi jika sumber energi mainstream seperti gas elpiji kian mahal harganya.
“Dikhawatirkan masyarakat akan berbondong-bondong menggunakan energi yang sangat korosif terhadap kesehatannya dan bahkan lingkungan jika Pemerintah abai terhadap hal ini,” pungkas Tulus Abadi mengakhiri keterangannya.
(ta/bti)