JAKARTA – Kematian Ibu Patmi, seorang petani perempuan yang memperjuangkan nasib petani di depan Istana Negara pada Senin (13/3/2017) lalu disesalkan banyak pihak. Simpati terhadap perjuangan Ibu Patmi asal Desa Larangan Kecamatan Tambakromo, Pati Jawa Tengah itu yang meninggal dunia seusai melakukan aksi semen kaki untuk meminta pada Presiden Joko Widodo menghentikan pembangunan pabrik semen di daerah pegunungan Kendeng.
Salah satu simpati tersebut datang dari Dr. Rahman Sabon Nama, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Dan Tani Tanaman Pangan Dan Hortikultura Indonesia (APT2PHI). APT2PHI sebagai organiasi yang mewadahi komunitas petani dan pedagang, menurut Rahman Sabon merasa prihatin dan turut berduka cita. Untuk itu, pihak APT2PHI mengingatkan agar Pemerintah tidak meninggalkan sektor pertanian dalam upayanya memacu perekonomian. Menurutnya, pangan dan pertanian adalah benteng pertahanan negara.
“Jadi, Pemerintah pusat harus lebih berhati-hati atas pemberian ijin pembangunan pabrik semen di Rembang. Jangan sampai menabrak peraturan pemerintah Nomor 43 tahun 2008 dan Keppres Nomor 26 tahun 2011,” ujar Rahman Sabon Nama kepada redaksi, Rabu (29/3/2017).
Rahman Sabon menambahkan tentang ekosistem CARTS Indonesia di Blora, Rembang dan Tuban yang terkait air tanah dimana harus dijaga dan melarang pengeboran dan penggalian dari sekitar lokasi mata air. Aktivitas pabrik semen nantinya diperkirakan akan mengganggu ekosistem dan dapat menguarangi sumber mata air di areal Gunung Kendeng.
Oleh karena itu, pihak APT2PHI menurut Rahman Sabon meminta agar Pemerintahan Jokowi harus bijak. Dijelaskan bahwa wilayah di sekitar kaki gunung Kendeng Blora, Rembang dan Tuban lebih tepat jika dikembangkan untuk pertanian.
“Jangan sampai terjadi perang saudara karena kita kekurangan pangan akibat lahan pertanian di pulau Jawa habis untuk pembangunan industri,” beber Rahman Sabon Nama.
Untuk itu, APT2PHI meminta Presiden Jokowi mempertimbangkan untuk dapat mengambil alih kasus pabrik Semen Rembang ini. Pihaknya khawatir bisa berdampak tidak hanya pada konflik sosial secara horisontal dan terganggunya kesehatan masyarakat yang dapat berakibat meningkatnya pengangguran tersembunyi, melainkan juga akan berdampak pada berkurangnya pasokan kebutuhan pangan secara nasional. Rahman Sabon mengingatkan agar pemerintahan Jokowi komit dengan Program Nawacita.
“Agar bisa meningkatkan kesejahteran rakyat maka sebaiknya fokus pada sektor pertanian, kelautan dan perikanan sehingga secara ekonomi dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pembangunan nasional saat ini bila dibandingkan dengan industri manufaktur,” tegasnya.
Rahman Sabon justru menyarankan pada pemerintah khususnya presiden Jokowi agar pabrik semen Rembang sebaiknya dialihkan pembangunannya ke Indonesia Timur seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) karena di wilayah ini bahan baku SDAnya sangat mendukung dan melimpah. Dirinya berharap Pulau Jawa yang selama ini sebagai andalan pemasok utama pangan nasional, agar lahannya tidak dikurangi lagi untuk pembangunan industri manufaktur.
APT2PHI mendesak Pemerintah mengutamakan pengembangan ekonomi nasional melalui pendekatan pada sektor pertanian dan kelautan, yang saat ini perannya terus merosot yang ditandai dengan harga komoditas pertanian yang terus menurun, sementara itu harga komoditas industri terus naik.
“Presiden jangan sampai salah mengambil kebijakan. Secepatnya beliau agar mengambil alih kasus ini agar tidak berakibat fatal. Tidak hanya masyarakat sekitar Rembang, Blora dan Tuban tetapi jka dibiarkan berlarut akan berdampak secara ekonomi, politik dan keamanan secara nasional karena Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah pemasok beras terbesar kedua setelah Jawa Barat,” saran Rahman Sabon Nama kepada Pemerintahahan Jokowi sekaligus menutup keterangannya.
(bm/bti)