SURABAYA – Perkembangan penyakit menular terus terjadi sehingga manusia khususnya kaum akademisi harus terus melakukan upgrading kemampuan di dalam mendeteksinya. Namun kerap kali untuk mendeteksinya Indonesia tergantung pada alat-alat diagnostik asing. Guna mengurangi ketergantungan tersebut, tim peneliti dari Research Center on Global Emerging and Re-Emerging Infectious Diseases Universitas Airlangga (RC GERID Unair) jauh-jauh melakukan kunjungan ke Laboratorium Hepatika di kota Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat selama dua hari, Jumat-Sabtu (29-30/10/2021).
Laboratorium milik Prof. Mulyanto tersebut baru-baru ini mengejutkan publik Indonesia karena melalui riset mandiri sehingga mampu menghasilkan inovasi alat rapid test yang diberi nama Enram.
“Ya kami berkunjung dalam rangka studi banding ke Laboratorium Hepatika yang membuat kit diagnostik. Karena mereka telah berhasil menciptakan beberapa rapid test untuk deteksi penyakit-penyakit infeksi seperti hepatitis B, dengue, malaria, HIV, dan juga untuk Covid-19,” ujar Laura Navika Yamani, S.Si., M.Si., Ph.D selaku Ketua RC GERID Unair kepada cakrawarta.com melalui sambungan telepon, Rabu (3/11/2021).
Laura menambahkan bahwa rapid test memang digunakan untuk mempermudah proses skrining orang-orang yang berisiko terpapar atau terinfeksi dengan cepat dan mudah.
Untuk diketahui, Prof. Mulyanto merupakan pendiri dari Laboratorium Hepatika sejak tahun 1986. Mulyanto sudah lama melakukan riset tentang pengembangan rapid test antibodi maupun antigen.
Laboratorium Hepatika sendiri memang sederhana tapi nampak sangat rapi. Alat-alatnya juga ter-maintenance dengan baik terlihat dari alat-alat keluaran lama tetapi kondisinya masih sangat baik.
“Prof. Mulyanto menyampaikan bahwa pembuatan rapid test ini susah-susah gampang. Soal kualitas dari rapid test yang dihasilkan laboratorium beliau sangat diperhatikan dimana akan melewati uji quality control. Tujuannya untuk melihat konsistensi standar produksi setiap rapid test. Karenanya hasilnya bagus-bagus,” papar Laura.
Laura menyatakan dia dan timnya benar-benar dibimbing dalam proses pembuatan rapid test dalam skala kecil.
“Selama dua hari di Lab Hepatika, kami diajari proses pembuatan larutan konjugat dari anti HBs, proses coating dalam membran sampai dengan proses pengemasan membran dalam kaset dan packaging. Proses tersebut memang bisa dilakukan dalam 2 hari. Proses produksi rapid test ini bisa dilakukan dengan skala kecil dan besar. Dan yang diajarkan kepada kami adalah skala kecil dimana mampu menghasilkan ratusan rapid test sekali produksi, sedangkan skala besar sampai ribuan,” papar wanita yang menyelesaikan studi doktoralnya bidang Medical Science di Kobe University Jepang itu.
Menurut Dosen Epidemiologi Unair itu, selain dia dan timnya memang berniat belajar pada Prof. Mulyanto juga berencana untuk bekerja sama dengan Laboratorium Hepatika Mataram dalam mengembangkan alat diagnostik penyakit emerging dan re-emerging sesuai dengan fokusnya di RC-GERID Unair.
“Prof. Mulyanto dan tim sangat terbuka untuk bekerjasama dengan pihak manapun yang memberikan kebermanfaatan untuk kesehatan masyarakat. Selain itu juga, keberadaan Laboratorium Hepatika menandaskan bahwa kita mampu untuk membuat alat-alat diagnostik secara mandiri dan dikembangkan dari isolat yang memang muncul di Indonesia, jadi harapannya lebih sensitive dan spesifik untuk mendeteksi keberadaan patogen penyebab penyakit-penyakit infeksi,” tutur wanita kelahiran Surabaya itu.
Laura berharap dengan kunjungan dan kerjasama yang ada, ke depannya semakin banyak alat-alat diagnostik yang bisa dikembangkan secara mandiri sehingga bisa menghindarkan diri dari ketergantungan impor.
“Kita bisa mengurangi ketergantungan kita dari produk kit diagnostik asing dan mudah-mudahan kualitasnya juga tidak kalah dengan produk asing. Itu harapan besar kami ke depannya,” pungkas Laura penuh harap.
(bus/bti)