
JAKARTA – Ketua Umum Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN) Dr. Rahman Sabon Nama risih atas penetapan tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila. Penetapan ini merujuk Keppres Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Hari Lahir Pancasila. Rahman menegaskan, hari lahirnya Pancasila adalah 18 Agustus 1945.
βIni konstitusional, termaktub dalam UUD 1945 alinea 4,β tegas Rahman Sabon membuka keterangan pada media ini, Minggu (4/6/2023).
βJangan lagi diotak-atik, ditukangi diobok-obok sehingga berpotensi menyulut kegaduhan politik maupun pembelahan sosial,β imbuhnya.
Menurut alumnus Lemhanas ini, konsiderasi Keppres Nomor 26 Tahun 2016 oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), tak lebih dari upaya rasionalisasi yang absurd, dibuat-buat, dan dipaksa-paksakan untuk dapat menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai hari lahirnya Pancasila.
Tanggal 1 Juni 1945, Rahman menjelaskan, merupakan tanggal atau hari ketika Ir. Soekarno mengajukan sebuah konsep sebagai usulan atau masukan dalam forum BPUPKI untuk perumusan-penetapan tentang landasan falsafah negara yaitu Pancasila.
Tidak hanya Ir. Soekarno, tetapi juga dua tokoh bangsa dari Golongan Kebangsaan, yaitu Mr. Muhamad Yamin dan Mr. Supomo, serta Golongan Islam, mengajukan usulan atau masukan yang sama.
Muhamad Yamin mengajukan usulan atau masukan kepada BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 dan Supomo pada tanggal 31 Mei 1945.
βJadi, lebih duluan Mr. Muhamad Yamin dan Mr. Supomo mengajukan usulan atau masukan tentang rumusan Pancasila dari Ir. Soekarno,β kata Rahman, buyut- Wareng V dari Panglima Perang Jelajah Nusantara Adipati Kapitan Lingga Ratu Loli.
Rahman menjelaskan, Golongan Islam yang bertokohkan Ki Bagus Hadikusuma, Kasman Singodimedjo, Teuku M Hassan, KH Wahid Hasyim, juga mengajukan usulan atau masukan tentang rumusan Pancasila itu pada tanggal 22 Juni 1945.
βKalau Ir. Soekarno mengajukan usulan atau masukan pada tanggal 1 Juni 1945 dengan momosisikan sila Ketuhanan dalam urutan terakhir (sila ke-5) dan Mr. Muhamad Yamin pada urutan ke-3, maka Golongan Islam menempatkan sila Ketuhanan pada urutan ke-1 Pancasila dengan tujuh kata tambahan yaitu Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,” paparnya.
Secara berurut, lanjut Rahman, ajuan usulan atau masukan dari Golongan Islam dalam rumusan Pancasila adalah: Satu, Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Dua, Kemanusian yang adil dan beradab.
Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam perwakilan/permusyawaratan.
Lima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan usulan atau masukan dari Golongan Islam itu, yang dinamai Piagam Jakarta, mengundang perdebatan antara Golongan Kebangsaan dan Golongan Islam. Khususnya tentang sila kesatu berimbuhkan tujuh kata yaitu: dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Perdebatan itu disudahi dengan kompromi antara dua golongan dengan meniadakan tujuh kata pada sila kesatu untuk diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
βNah, di situlah usulan atau masukan-masukan dari para tokoh bangsa itu terumus secara paripurna, sila demi sila tentang Pancasila sebagai landasan hakiki falsafah hidup (way of life) bangsa dan negara Indonesia,β tutur Rahman.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 rumusan kompromistik yang elegan dan egaliter itu, kata Rahman, difinalisasi, disepakati, ditetapkan, dan dimaktubkan dalam lembaran naskah UUD 1945 pada alinea 4.
βInilah momen atau saat lahirnya Pancasila, yaitu Tanggal 18 Agustus 1945. Ya, Pancasila dengan urutan sila yang hari ini dan seterusnya kita ikrarkan, hayati, dan amalkan,β kata Rahman.
Menurutnya, menukangi atau merekayasa hari kelahiran Pancasila menjadi Tanggal 1 Juni (1945) dengan rujukan pada momen usulan atau masukan versi Ir. Soekarno adalah mengangkangi kejujuran bahkan kodrat kelahiran sejati Pancasila.
Kata Rahman, rekayasa hari kelahiran Pancasila melalui Keputusan Presiden Jokowi, terbaca sangat kental bermuatan politik.
“Sah-sah saja sebenarnya. Akan tetapi memantik perdebatan, dan dapat menyulut umat Islam mengungkit kembali Piagam Jakarta untuk mengkonter rekayasa mubazir itu,” tukasnya.
Rahman yang juga Ketua Umum Persatuan Pengamal Tharekat Islam (PPTI),borganisasi Kino Kino Pendiri Sekber Golkar itu lalu mengatakan bahwa βPiagam Jakarta merupakan hadiah umat Islam dan menjadi catatan sejarah untuk bangsa Indonesia. Ini ucapan mantan Menkokesra Letjen TNI Purn. Alamsyah Ratu Prawiranegara pada saya, ketika saya pimpin delegasi Ulama Tharekat dari PPTI bertemu beliau tahun 1986.β
Rahman berpandangan bahwa konsekuensi menetapkan hari kelahiran Pancasila Tanggal 1 Juni dapat bermuara pada mengubah secara tekstual dan substantif UUD 1945 alinea 4 tentang Pancasila.
βArtinya, bukan tidak mungkin Pancasila rumusan Ir. Soekarno yang, memosisikan sila Ketuhanan di urutan paling bawah, dicantumkan dalam UUD 1945. Pada gilirannya Pancasila akan diperas menjadi Trisila, lalu diperas lagi menjadi Ekasila yaitu Gotongroyong sesuai idea Ir. Soekarno,β urai Rahman.
Jika hak itu terjadi, maka menurut Rahman, makna hakiki Pancasila telah sengaja dimusnahkan, tinggal sepah yang tak berguna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
βHal itu tentunya akan sangat rentan gaduh dan konflik politik maupun sosial. Sehingga, polarisasi sosial yang marak terjadi selama lebih 8 tahun pemerintahan Jokowi, akan semakin melebar dan mendalam terjadi, dan membawa petakaβ kata Rahman
βTentu kita berharap, agar hal itu tidak sampai terjadi. Karena selain mencabik-cabik persatuan dan kesatuan bangsa, juga membuat Indonesia akan tetap berdiri di tempat, atau justru mundur jauh di posisi terbelakang. Bahkan Indonesia yang besar ini luluh lantak dan bubar,β ujarnya.
Oleh sebab itu, menurut Rahman, Presiden Jokowi dapat bersikap bijak dan legowo untuk mencabut Keppres Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Hari Lahir Pancasila Tanggal 1 Juni 1945.
“Hal ini, untuk menghindari tuduhan tentang dugaan penyelewengan menafikan Pancasila menurut konstitusi UUD 1945, khususnya alinea 4,” pungkas pria asal NTT itu.
(bm/bus)