Saturday, June 21, 2025
spot_img
HomeGagasanKolomThaif: Kota yang Dulu Menolak, Kini Mengajarkan

Thaif: Kota yang Dulu Menolak, Kini Mengajarkan

Giat Talaqqi ilmu di ruang utama Masjid Abdullah bin Abbas r.a., kota Thaif, Jumat (20/6/2025). (foto: Firman Arifin)

Ini adalah catatan reflektif dari Masjid Abdullah bin Abbas r.a., di Kota Thaif.

Dahulu, kota ini pernah menolak Rasulullah SAW dengan sangat menyakitkan. Di Thaif inilah, beliau datang menawarkan Islam dengan hati yang penuh kasih. Namun yang beliau terima justru lemparan batu, cemoohan, dan luka. Beliau sampai berdarah. Hati beliau pilu. Hingga malaikat Jibril datang menawarkan opsi: “Jika engkau mau, akan aku timpakan gunung kepada mereka.”

Tapi Rasulullah SAW justru memanjatkan doa, bukan kutukan. Beliau berharap dari keturunan mereka akan lahir generasi yang beriman dan mencintai Allah. Dan benarlah. Kini Thaif tumbuh menjadi kota berkah. Udara yang sejuk, hati yang lapang, dan tempat para pencari ilmu bersimpuh dalam adab. Di sinilah, kami hadir bukan sebagai pelintas, tapi sebagai “murid”.

Thaif: Di Atas Mekah, Menuju Arah yang Lebih Luas

Letaknya sekitar 87 kilometer dari Kota Mekah, namun yang paling terasa adalah perbedaan ketinggiannya. Thaif berada di sekitar 1.800 meter di atas permukaan laut, sementara Mekah hanya sekitar 277 meter. Perbedaan ini bukan hanya soal angka, tapi soal suasana. Jika Mekah panas dan penuh aktivitas ibadah yang menguras tenaga, maka Thaif sebaliknya, dingin, tenang, reflektif.

Bayangkan seperti sistem pendingin dalam perangkat elektronik. Mekah adalah prosesornya. Intens dan vital. sementara Thaif adalah heatsink dan kipas yang meredam panas dan menjaga kestabilan. Tanpa Thaif, iman bisa “overheat”. Tanpa Thaif, ruhani bisa kelelahan.

Hijau di Tengah Jazirah: Thaif yang Menyejukkan

Yang membuat Thaif makin mempesona adalah alamnya yang serba hijau. Tidak seperti Mekah yang gersang, Thaif dikelilingi tanaman yang rimbun. Burung-burung lokal beterbangan ringan diantara pepohonan tin, zaitun, maupun delima. Bahkan kaktus pun sedang berbuah di sini. Pemandangan langka yang seperti ingin menyampaikan pesan. Bahwa bahkan yang keras dan berduri pun bisa menghasilkan keindahan, jika berada di tempat yang tepat.

Tempat Mendinginkan Jiwa: Vila As-Sudais di Lereng Wangi

Sebelum kami sampai ke Masjid Abdullah bin Abbas, kami diajak melewati sebuah tempat yang istimewa, vila milik Imam besar Masjidil Haram Abdurrahman As-Sudais. Terletak di kawasan atas, dekat lokasi penyulingan minyak wangi. Udara makin sejuk, angin membawa aroma yang lembut dan menenangkan.

Vila itu bukan simbol kemewahan, melainkan simbol kebutuhan. Bahwa pemimpin spiritual pun butuh ruang untuk menyegarkan batin sebelum kembali melayani umat. Seperti kapasitor dalam dunia elektro, tempat itu adalah penyimpan energi ruhani. Bukan untuk dikonsumsi seketika, tetapi dilepaskan dengan irama. Syaikh Sudais bukan lari dari dunia, tapi sedang mengisi ulang, agar saat kembali ke Masjidil Haram, beliau hadir dengan utuh.

Masjid Abdullah bin Abbas: Rumah Ilmu di Puncak Keheningan

Kami menunaikan salat Zuhur dan Asar di masjid ini. Dengan ornamen putih dan karpet merah yang empuk dan elegan, ia menghadirkan keheningan yang memanggil jiwa. Di antara salat dan tilawah, kami menyaksikan halaqah kecil. Murid-murid muda dan tua yang duduk di sekeliling guru, membaca dan mengulangi ayat. Inilah talaqqi ilmu dalam bentuk paling asli. Bukan sekadar pelajaran, tapi warisan dari generasi sahabat, tabi’in, hingga kini.

Ziarah Ilmu: Menyentuh Warisan Abdullah bin Abbas

Tak lengkap rasanya ke Thaif tanpa menziarahi makam Abdullah bin Abbas R.A., sahabat agung, ahli tafsir, samudera ilmu, sepupu Nabi SAW. Kami berdiri di sana, diam, merenung. Ini bukan hanya pusara, tapi monumen dari semangat keilmuan Islam yang hidup. Kami seolah mendengar bisikan sejarah, bahwa ilmu yang dicari dengan adab akan menjadi cahaya yang terus memandu.

Thaif, Tempat Hati Menyerap Ilmu

Thaif adalah ruang jeda dalam perjalanan panjang. Di sini kita belajar bahwa hati pun seperti baterai. Perlu tempat sejuk agar pengisian tidak rusak. Dan Masjid Abdullah bin Abbas adalah stasiun pengisian itu. Talaqqi ilmu adalah proses penyambungan ulang, bukan hanya dengan guru, tapi dengan akar keilmuan Islam itu sendiri.

Dan kita pun pulang dari Thaif bukan hanya dengan foto dan kenangan, tapi dengan arah baru yang lebih sejuk, lebih jernih, lebih dalam.

FIRMAN ARIFIN

Dosen PENS, Jamaah Haji 2025 Kloter 92 Nurul Hayat

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular