
Alhamdulillah.
Pesawat kami mendarat dengan selamat di Bandara Juanda pada hari Rabu malam, 9 Juli 2025, tepat pukul 23.33. Setelah proses turun pesawat dan langsung masuk ke bus tanpa pemeriksaan imigrasi. Hal ini karena sudah menggunakan fase track. Perjalanan dilanjutkan menuju Asrama Haji. Kamis dini hari, rombongan tiba di Asrama Haji Sukolilo. Waktu tempuhnya sekitar 30 menit dari bandara.
Proses penerimaan di asrama memakan waktu kurang lebih dua jam. Mulai dari seremonial penerimaan jamaah haji, penyerahan dokumen paspor, pembagian koper, hingga air zamzam. Di antaranya juga terdapat penyampaian piagam penghargaan kepada karu dan karom.
Subhanallah, sekitar pukul dua dini hari, satu per satu jamaah mulai dijemput oleh keluarga yang menanti dengan haru. Pelukan, air mata, dan senyum penuh syukur mewarnai area posko SIAGA 2 di sisi barat asrama haji. Inilah momen syukur yang luar biasa. Berangkat dalam keadaan sehat, pulang pun dalam keadaan selamat.
Perjalanan haji ini bukan semata soal fisik yang kuat, tetapi juga tentang kekuatan doa. Kita sadar bahwa bisa sampai Tanah Suci. Menunaikan seluruh rangkaian ibadah. Hingga kembali lagi ke tanah air. Semua itu tak lepas dari doa yang terus mengalir dari keluarga, saudara, tetangga, sahabat, dan kolega. Bahkan mungkin dari orang-orang yang namanya saja tak kita tahu, tapi turut mengaminkan dalam sepi.
Kita sering merasa bisa berangkat karena tabungan, karena daftar tunggu yang akhirnya sampai. Tapi di balik itu semua, ada rajutan doa-doa yang membungkus setiap langkah, hingga Allah mengizinkan kita berangkat dan pulang.
Mendoakan Mereka yang Mendoakan Kita
Kini, setelah sampai dengan selamat, sehat, dan penuh syukur, kita pun punya tanggung jawab, mendoakan kembali mereka yang dulu mendoakan kita.
اللَّهُمَّ ارْزُقْهُمْ زِيَارَةَ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةَ، وَحَجًّا مَبْرُورًا، وَعُمْرَةً مَقْبُوْلَةً، وَرِزْقًا وَاسِعًا، وَصِحَّةً وَعَافِيَةً فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
“Ya Allah, limpahkanlah kepada mereka rezeki untuk bisa berziarah ke Makkah dan Madinah, untuk menunaikan haji yang mabrur, umrah yang maqbul, rezeki yang luas, serta kesehatan dan keselamatan di dunia dan akhirat.”
Kalimat doa ini tak boleh berhenti di bibir. Harus disisipkan dalam setiap sujud dan harap, karena siapa tahu doa mereka yang dahulu, kini menjadi tangga bagi kita menuju kemabruran.
Kemabruran yang Terasa, Bukan Sekadar Didoakan
Pasca haji, ujian sesungguhnya dimulai. Bukan lagi soal logistik dan fisik, tapi tentang komitmen. Apakah nilai-nilai yang kita pelajari di Tanah Suci bisa mengalir ke kehidupan nyata?
Kemabruran bukan hanya soal selesai thawaf wada dan mengganti ihram dengan pakaian kembali, tapi menjaga shalat wajib di awal waktu, serta berjamaah di masjid bagi laki-laki. Itulah komitmen awal yang harus benar-benar dijaga.
Ini baru terasa jika:
Hati kita lebih lembut di hadapan orang tua,
Tangan kita lebih ringan membantu tetangga,
Wajah kita lebih ramah menyapa rekan kerja,
Lidah kita lebih jernih menjaga kata,
Langkah kita lebih sadar arah, menuju Allah dalam aktivitas sehari-hari.
Karena inilah yang menjadi tonggak dasar dari kemabruran. Hubungan kita dengan Allah (ḥablumminallāh) semakin kuat, dan berlanjut ke hubungan dengan sesama (ḥablumminannās) yang makin membaik.
Maka benar kata ulama, bahwa haji mabrur itu bukan hanya diterima Allah, tapi dirasakan oleh manusia di sekitar kita. Mereka yang tinggal serumah, sekerja, sesosial media dengan kita, akan bisa menilai, apakah haji kita sudah benar-benar mengubahmu.
Menuju Hari-hari Mabrur
InsyaAllah, tulisan berikutnya akan mengulas lebih mendalam: bagaimana ciri-ciri haji mabrur itu bisa tercermin dalam keseharian. Kita akan menyusuri peran-peran pasca haji: sebagai pribadi, sebagai anggota keluarga, tetangga, rekan kerja, dan warga masyarakat.
Karena haji bukan akhir. Ia adalah awal dari hidup yang lebih bermakna, dengan cahaya Ka’bah di dalam dada, dan semangat Arafah di dalam langkah.
FIRMAN ARIFIN
Dosen PENS Dan Jamaah Haji 2025 Kloter 92 Nurul Hayat



