JAKARTA – Dalam pertanyaan pers di Jakarta, pelaksana Tugas Kepala Badan POM Tengku Bahdar Johan Hamid mengatakan pihaknya sebenarnya telah menindaklanjuti keberadaan vaksin palsu di sarana kesehatan masyarakat sejak tahun 2008, namun tetap saja ada yang lolos.
“Dari 2008, 2013, 2014, 2015, kami sudah melakukan tindakan sesuai kewenangan kami. Tapi kalau memang masih ada, saya harus mengakui itu salah Badan POM sebagai yang bertanggung jawab atas keamanan mutu dan manfaat,” kata Bahdar.
Bahdar menduga peredaran vaksin palsu di sarana pelayanan kesehatan disebabkan permintaan sebagian masyarakat akan vaksin di luar program pemerintah.
“Kalau program pemerintah yang sembilan vaksin itu gratis. Tetapi ada yang meminta tambahan, ada yang enggak mau buatan dalam negeri, kepingin impor,” lanjutnya.
Permintaan itu disambut oleh distributor vaksin ilegal, yang biasa disebut freelance. Mereka menawarkan vaksin dengan harga murah ke sarana pelayanan kesehatan.
“Freelance itu seperti pedagang asongan. Dia datang ke tempat-tempat (sarana pelayanan kesehatan) bawa vaksin, tapi perusahaan di belakangnya enggak jelas siapa,” paparnya.
Penyaluran vaksin lewat jalur tak resmilah yang selama ini luput dari pengawasan Badan POM.
Bahdar mengatakan, selama ini Badan POM hanya mengawasi sarana pelayanan kesehatan resmi yang memiliki lemari pendingin khusus untuk menyimpan vaksin.
“Kami tak pernah memeriksa vaksin di Pramuka, atau misalnya, pasar Jatinegara, karena (apotek) itu bukan tempat vaksin. Kalau ada orang beli vaksin di situ sudah salah,” ujarnya. Dia berjanji Badan POM akan lebih aktif mengawasi peredaran vaksin di masa depan.
Menanggapi pernyataan Bahdar, Ketua Nasional Relawan Kesehatan Indonesia Agung Nugroho meminta BPOM untuk tidak bersikap mendua. Sebagai badan yang berwenang mengawasi obat dan makanan, menurut Agung seharusnya pejabat BPOM lapang dada dan benar-benar mengakui bahwa beredarnya vaksin imunisasi palsu ini akibat lemahnya pengawasan.
“Jangan bertameng dengan menyalahkan rakyat. Pernyataan Bahdar yang mengatakan peredaran vaksin palsu di sarana pelayanan kesehatan disebabkan permintaan sebagian masyarakat akan vaksin di luar program pemerintah. Itu mengada-ada dan terkesan membela diri,” tegas Agung.
Ditambahkan oleh Agung bahwa penggunaan vaksin imunisasi palsu tersebut bukan hanya di Rumah Sakit swasta saja tapi juga di Puskesmas. Menurut Agung, puskesmas dalam melakukan pelayanan imunisasinya harus sesuai dengan program pemerintah.
“Puskesmas tidak boleh melayani permintaan warga di luar obat-obatan yang sudah diprogramkan dan disediakan oleh Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan,” kata Agung.
“Jadi sebaiknya BPOM akui saja kesalahannya yang lemah dalam pengawasan terhadap obat-obatan. Jangan cari kambing hitam dengan menyalahkan rakyat,” pungkas Agung.
(bm/bti)