Friday, March 29, 2024
HomePolitikaKetum PDKN: Hentikan China Mengeruk Isi Perut Bumi Ibu Pertiwi!

Ketum PDKN: Hentikan China Mengeruk Isi Perut Bumi Ibu Pertiwi!

Foto dampak kerusuhan para pekerja di PT GNI Morowali Utara, Sulawesi Tengah beberapa hari lalu. Nampak kebakaran akibat tawuran antara pekerja asing (asal China) dengan pekerja lokal. (foto: istimewa)

JAKARTA – Ketua Umum Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN ) Dr. Rahman Sabon Nama menyesalkan terus berulangnya kerusuhan di pertambangan nikel milik PT GNI yang merupakan investasi asal China di Morowali Utara, Sulawesi Tengah.

“Kerusuhan ini menyentil syaraf sadar kita. Bangsa besar ini, untuk bangkit,” ujarnya pada media ini, Rabu (18/1/2023).

Rahman memaparkan, pasca kerusuhan mencekam, terkuak fakta dari lapangan ihwal jumlah tenaga kerja di korporasi pertambangan itu dimana pekerja lokal-untuk job sekuriti 1.100 orang, beragam skill pekerjaan 75.000 orang, dan TKA aseng-China kisaran 20.000 orang.

Menurut Rahman, dari laporan investigasi PDKN bahwa permasalahan yang muncul adalah akibat perlakuan ketidakadilan sebagai pemicu bentrok tawuran pekerja lokal dengan TKA asal China.

“Ada nuansa sentimen rasial kebangsaan, kental diskriminasi yaitu perlakuan istimewa TKA asal China. Besaran upahnya gendut, melambung tinggi: antara Rp 35 – 45 juta saban bulan. Fasilitas keselamatan kerja, kesehatan medis, terpenuhi bagus, layak,” paparnya.

Rahman melanjutkan,  bahwa pemenuhan kesejahteraan terhadap tenaga kerja asing itu berbanding terbalik dengan pekerja lokal dimana besaran upahnya yang job kerjanya sekelas TKA Cina hanya antara Rp 3 juta hingga 7 juta sebulan.

“Lihat nasib pekerja lokalnya miris memang. Fasilitas keselamatan kerja, kesehatan medis terabaikan. Nyaris nihil. Tuntutan akan ketidakadilan dan persamaan hak ini tidak pernah direspon secara patut oleh perusahaan, pun pemerintah pusat dan daerah,” tukasnya.

Dari data yang ada, menurut Rahman, apabila ada yang protes, direspon manajemen PT GNI dengan ganjaran hukuman seperti dipecat, bahkan bisa dipenjara.

“Inilah nasib pekerja pribumi di buminya sendiri. Sungguh anak-anak bumi putra ini dibuat tidak berkutik. Dikatup mulutnya, diaborsi tajinya di tengah kucuran peluh, bekerja untuk hidup di negerinya sendiri,” ujarnya dengan nada miris.

Menurut Rahman, potret perlakuan terhadap pekerja anak bangsa oleh perusahaan investasi China, yang mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam di perut bumi ibu pertiwi itu mempertontonkan betapa konfrontasinya terhadap amanat konstitusi UUD 1945 Pasal 33 tentang tugas dan kewajiban negara menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia dari sumber daya alam.

“Lalu siapakah yang bertanggung jawab untuk mengentaskan perlakuan diskriminatif oleh PT GNI kepada TKI pribumi itu…?” tanyanya retoris.

Alumnus Lemhanas RI itu menjelaskan bahwa konstitusi Indonesia, UUD 1945, perundang- undangan yaitu UU No.37/2008, UU No 11/2009 secara eksplisit melimpahkan tanggung jawab itu kepada negara.

“Maka, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, Presiden Joko Widodo lah yang memanggul tanggung jawab mengentaskan ketidakadilan terhadap pekerja anak bangsa itu,” jelas pria asal pulau Adonara NTT itu.

Rahman meminta, pengentasan masalah ketidakadilan antara TKI dan TKA China yang berujung tragedi berdarah di pertambangan nikel milik China di Morowali, diharapkan pula menjangkau pertambangan lain berbasis investasi China yang ada di daerah lain Indonesia seperti di Maluku Utara,Sulawesi Tenggara,Kalimantan ,Banyuwangi dan wilayah Papua.

“Dengan begitu, tanggung jawab konstitusional oleh negara atas pekerja anak bangsa terwujud baik, tanpa meninggalkan noktah hitam dalam rentang sejarah pemerintahan Joko Widodo,” tandasnya.

Tak Sekedar Masalah Ketidakadilan Pekerja

Menurut penjelasan Rahman Sabon  Nama, permasalahan lain ihwal TKA China yang layak pula menjadi perhatian Presiden Joko Widodo adalah soal keimigrasian. Isu beredar luas maupun laporan yang terakurasi menyebut bahwa TKA China di Sulawesi 90% tidak memiliki paspor.

“Permasalahan ini perlu penyelidikan intens aparat penegak hukum khususnya BIN dan BAIS TNI yang notabene menjadi tanggung jawab Kemenkumham karena menyangkut pertahanan dan keamanan nasional. Menyangkut kewaspadaan nasional tentang kedaulatan negara,” tegasnya.

Rahman berharap upaya eksploitatif sumber daya alam Indonesia dapat dihentikan karena jika tidak, maka rakyat dan bangsa Indonesia dinilai akan tetap miskin papa di tengah pergaulan dan kemajuan masyarakat dunia.

“Kita tidak anti asing atau anti China. Tidak sama sekali! Kita cinta damai dan ketenteraman antar bangsa. Tetapi kita perlu kewaspadaan tinggi menyelamatkan rakyat, bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” pungkas Rahman.

(bm/bus/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular