Saturday, May 3, 2025
spot_img
HomePolitikaGejolak di Tubuh TNI: Mutasi Putra Try Sutrisno Dibatalkan, Isyarat Kacau di...

Gejolak di Tubuh TNI: Mutasi Putra Try Sutrisno Dibatalkan, Isyarat Kacau di Pucuk Komando?

Ilustrasi. (foto: Tim Cakrawarta)

JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Sebuah langkah tak lazim mengguncang institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Untuk pertama kalinya dalam era Reformasi, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto secara terbuka meralat keputusan mutasi sejumlah perwira tinggi. Sebuah keputusan yang bukan hanya langka, tapi juga menggambarkan adanya kegamangan serius di jantung manajemen militer Indonesia.

Mutasi yang sudah ditetapkan lewat Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/554/IV/2025 tanggal 29 April 2025, secara mengejutkan dibatalkan sehari kemudian lewat Surat Keputusan Kep/554.a/IV/2025. Drama ini menempatkan dua tokoh penting militer—Letjen TNI Kunto Arief Wibowo Putra dari mantan Wakil Presiden RI ke-6 Try Sutrisno dan Laksda TNI Hersan—kembali ke posisi semula: Pangkogabwilhan I dan Pangkoarmada III.

Pembatalan ini tidak hanya menjadi catatan sejarah, tapi juga membuka tabir kegaduhan internal yang selama ini tertutup rapat. Dugaan publik pun mengarah pada satu hal: ada tarik-menarik kekuasaan dan aroma politisasi di balik bongkar pasang jabatan elite TNI.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen TNI Kristomei Sianturi dalam konferensi pers daring pada Jumat (2/5), mengonfirmasi perubahan ini. Namun pernyataannya justru memunculkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Apa yang sebenarnya terjadi dalam rentang waktu 24 jam tersebut hingga keputusan strategis sekelas mutasi perwira tinggi dibatalkan begitu saja?

Tak hanya Kunto dan Hersan, sejumlah perwira tinggi lain juga batal digeser. Laksda H. Krisno Utomo tetap sebagai Pangkolinlamil, tak jadi menempati jabatan Pangkoarmada III. Laksda TNI Rudhi Aviantara tetap menjabat Kas Kogabwilhan II. Begitu juga dengan Laksma Phundi Rusbandi, Laksma Benny Febri, dan Laksma Maulana—semuanya bertahan di posisi semula.

Secara administratif, ini bisa disebut revisi. Namun secara substansi, publik layak bertanya: apakah ini cermin ketidaksiapan institusi sebesar TNI dalam merancang regenerasi pimpinan? Ataukah ada kekuatan eksternal yang bermain di balik layar, memengaruhi peta mutasi demi kepentingan yang lebih besar?

TNI, sebagai garda pertahanan negara, seharusnya menjadi contoh ketegasan dan kepastian. Tapi langkah mundur seperti ini hanya akan membuka ruang spekulasi—bahwa panggung mutasi bukan lagi soal profesionalitas, tapi soal siapa yang punya akses, pengaruh, dan kekuasaan.

Sejarah mungkin mencatat ini sebagai “ralat biasa”. Tapi bagi banyak pihak, ini adalah sinyal yang mengganggu: ketika peta kekuasaan militer menjadi terlalu cair, terlalu bisa diintervensi, dan terlalu jauh dari prinsip meritokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi. (*)

Editor: Bustomi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Berita Terbaru

Most Popular