
JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) mendukung penuh langkah Mahkamah Agung (MA) yang mewajibkan pelabelan bahaya pada produk mengandung asbes. Putusan MA Nomor 6 P/HUM/2024 itu menegaskan bahwa asbes adalah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang bisa menyebabkan penyakit serius seperti kanker paru-paru dan mesothelioma.
Ketua FKBI Tulus Abadi menyebut keputusan ini sebagai kemenangan besar bagi jutaan konsumen Indonesia yang selama ini tidak tahu risiko dari produk yang mereka gunakan.
“Asbes itu racun. Label peringatan adalah hak dasar konsumen untuk tahu risiko yang mengintai,” tegas Tulus dalam keterangannya, Minggu (12/10/2025).
Putusan MA ini juga membatalkan Permendag Nomor 25 Tahun 2021, yang sebelumnya tidak mewajibkan pelabelan risiko pada produk asbes. FKBI menilai kebijakan lama itu berpotensi membahayakan masyarakat karena menutup informasi penting tentang kandungan bahan berbahaya.
Namun, langkah MA ini justru mendapat perlawanan. Asosiasi produsen asbes, Fiber Cement Manufacturers Association (FICMA), melayangkan gugatan senilai Rp 7,9 triliun terhadap Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Yasa Nata Budi, yang sebelumnya memenangkan uji materi Permendag tersebut di MA.
FKBI menilai gugatan FICMA itu kontra produktif dan mencederai semangat perlindungan konsumen.
“Gugatan ini pengingkaran terhadap prinsip kehati-hatian dan hak atas informasi. Sikap seperti ini hanya melemahkan gerakan perlindungan konsumen di Indonesia,” kata Tulus.

FKBI mengingatkan bahwa kewajiban pelabelan asbes sejalan dengan sejumlah regulasi penting:
- UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menjamin hak konsumen atas informasi yang benar dan kewajiban pelaku usaha memberikan peringatan risiko produk secara transparan.
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang menegaskan hak masyarakat atas lingkungan hidup sehat dan bebas dari bahan berbahaya.
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mewajibkan pengawasan dan pelabelan bahan beracun demi mencegah dampak kesehatan dan lingkungan.
FKBI menyerukan kepada pemerintah, pengadilan, pelaku usaha, dan masyarakat sipil untuk menolak upaya hukum yang melemahkan putusan MA tersebut.
“Pelabelan bukan sekadar formalitas. Ini soal nyawa, soal keselamatan jutaan orang yang terpapar tanpa sadar,” ujar Tulus.
Dalam jangka panjang, FKBI juga mendorong pemerintah meninjau ulang penggunaan asbes secara menyeluruh, bahkan mempertimbangkan pelarangan total seperti yang sudah dilakukan di lebih dari 70 negara.
“Perlindungan konsumen harus jadi prioritas. Jangan biarkan industri lebih berkuasa daripada hak publik untuk sehat. Kesehatan bukan komoditas. Transparansi adalah hak. Asbes adalah racun.” tegas Tulus mengakhiri keterangannya. (*)
Editor: Abdel Rafi