
JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Kerusuhan yang terjadi di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, pada Kamis (11/12/2025), dinilai bukan sekadar peristiwa kriminal biasa. Insiden tersebut disebut mencerminkan persoalan sistemik dalam perlindungan konsumen jasa keuangan, khususnya sengketa pembiayaan sepeda motor yang melibatkan perusahaan leasing dan penagih utang.
Pegiat perlindungan konsumen sekaligus Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI), Tulus Abadi, menilai kerusuhan Kalibata merupakan “fenomena gunung es” dari konflik perdata yang selama ini tidak tertangani secara memadai.
“Premis dasarnya adalah sengketa perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan, bukan murni tindak pidana. Jika tidak dimitigasi secara serius, peristiwa serupa bisa berulang di tempat lain,” ujar Tulus, Senin (29/12/2025).
Menurut Tulus, konflik tersebut berakar pada praktik penagihan kredit macet oleh pihak ketiga atau debt collector yang kerap berujung kekerasan. Sengketa itu muncul dari ketidakseimbangan relasi antara konsumen dan perusahaan pembiayaan.
Ia menyoroti lemahnya pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai salah satu faktor utama. Hingga kini, pengaduan konsumen di sektor jasa keuangan masih mendominasi laporan perlindungan konsumen, terutama pada subsektor pembiayaan kendaraan bermotor.
“Sejak OJK berdiri, pengaduan konsumen jasa keuangan tetap paling tinggi. Artinya, pengawasan belum efektif menekan sengketa,” kata Tulus.

Selain itu, ia menilai terdapat inkonsistensi penegakan kebijakan, terutama terkait ketentuan uang muka kredit sepeda motor sebesar 30%. Dalam praktiknya, uang muka tersebut kerap dicicil atau disiasati, sehingga konsumen tetap dapat membeli sepeda motor nyaris tanpa dana awal.
“Kebijakan itu menjadi tidak efektif di lapangan. Konsumen akhirnya terjebak kredit di luar kemampuan ekonominya,” ujarnya.
Faktor lain yang dinilai memperparah situasi adalah promosi sepeda motor yang agresif dan tidak mempertimbangkan aspek keselamatan serta daya beli masyarakat. Promosi tersebut mendorong kelompok rumah tangga rentan untuk mengambil kredit, yang pada akhirnya berujung gagal bayar.
Saat ini, menurut Tulus, terdapat lebih dari 1,7 juta konsumen yang mengalami kredit macet pada pembiayaan sepeda motor. Kondisi ekonomi konsumen menjadi pemicu utama, sebelum konflik berkembang menjadi sengketa dengan perusahaan leasing dan penagih utang.
Ia juga mengkritik penjualan sepeda motor yang minim pengendalian, dengan orientasi jangka pendek pada pertumbuhan industri. Menurut Tulus, diperlukan kebijakan yang lebih tegas, mulai dari pembatasan kredit hingga peningkatan standar keselamatan, sebagaimana diterapkan di sejumlah negara.
“Kerusuhan Kalibata adalah klimaks dari persoalan yang menahun. Tanpa konsistensi kebijakan dari hulu ke hilir, konflik serupa berpotensi kembali terjadi,” kata Tulus.
Ia menegaskan bahwa penyelesaian persoalan ini tidak cukup dengan pendekatan penegakan hukum semata, melainkan memerlukan pembenahan struktural dalam sistem pembiayaan, pengawasan, dan perlindungan konsumen jasa keuangan.(*)
Kontributor: Tommy
Editor: Abdel Rafi



