
SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Internet kembali diramaikan dengan gelombang meme aneh bertajuk Italian Brairot alias konten anomali, penggabungan absurd antara manusia dan benda mati, hewan dengan objek random, hingga makhluk digital yang tak masuk akal logika.
Mulanya dianggap lucu, kini konten seperti tung tung tung sahur, ballerina capuccina, hingga manusia dengan kepala teko malah jadi konsumsi rutin anak-anak. Menghibur? Mungkin. Tapi berbahaya? Jelas!
Psikolog dari Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Dr. Nur Ainy Fardana Nawangsari, S.Psi., M.Si., menyuarakan keprihatinannya. Ia menyebut, konten digital absurd seperti ini bisa merusak proses perkembangan mental dan kognitif anak secara sistematis jika tidak disaring dan didampingi.
“Konten ini tidak mendidik. Justru makin hari makin banyak anak-anak yang mengaksesnya secara bebas,” ujar Neny, sapaan akrabnya, saat diwawancarai Cakrawarta.com beberapa waktu lalu.
Menurut Neny, daya tarik konten aneh bagi anak-anak berasal dari masa perkembangan imajinasi yang sedang aktif. Mereka menyukai visual yang nyentrik, aneh, dan berbeda dari dunia nyata karena sesuai dengan kebutuhan eksplorasi pikiran mereka.
Namun sayangnya, gelombang konten ini muncul masif dan tak terkendali di media sosial. Anak-anak yang belum bisa membedakan fantasi dan realita pun dengan mudah terseret. Alih-alih berkembang sehat, mereka bisa mengalami disorientasi pemahaman terhadap dunia nyata.
“Anak-anak memang suka imajinasi, tapi mereka juga harus mulai belajar hal-hal konkret. Kalau yang mereka tonton terus-menerus adalah kekacauan visual, itu akan merusak proses berpikir dan pengenalan realita,” tegas Neny.

Dampak konten anomali tak berhenti pada kognisi. Jika dikonsumsi berlebihan, dampaknya bisa menjalar ke berbagai aspek perkembangan anak:
- Kemampuan berpikir realistis mandek
- Daya fokus dan memori melemah
- Gangguan tidur dan kelelahan fisik
- Interaksi sosial menurun drastis
Lebih dari itu, Neny menyebut kondisi kecanduan konten absurd kini mulai tampak di beberapa anak: mereka gelisah jika tak menonton, sulit fokus belajar, dan lebih suka hidup di dunia layar daripada dunia nyata.
Kunci utama mencegah kerusakan ini ada di tangan orang tua. Tapi bukan hanya soal mengawasi, melainkan membentuk kesadaran digital di dalam keluarga.
“Batasi waktu layar, dampingi anak, dan ajak mereka bicara tentang apa yang mereka tonton. Jangan biarkan anak menavigasi lautan konten sendirian,” pesan Neny.
Fenomena meme anomali adalah alarm. Jangan karena viral dan menghibur, kita lupa bahwa generasi masa depan sedang dipertaruhkan. Karena di balik tawa tung tung sahur, ada potensi tumbuhnya generasi yang tak lagi bisa membedakan realita dan ilusi. Waspadai. Dampingi. Batasi. Bicarakan.
Editor: Abdel Rafi dan Tommy