Saturday, December 13, 2025
spot_img
HomePolitikaDaerahNU, Silaturahmi, dan Cara Menyatukan Hati

NU, Silaturahmi, dan Cara Menyatukan Hati

Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Timur KH Abdul Hakim Mahfudz (ketiga dari kanan) saat menyampaikan tausiyahnya dalam silaturahmi dengan 4 PCNU jajaran di Sidoarjo, Kamis (11/12/2025) malam. (foto: PWNU Jatim for Cakrawarta)

SIDOARJO, CAKRAWARTA.com – Tidak ada palu sidang yang diketukkan malam itu. Tak pula deretan agenda rapat yang dibacakan secara kaku. Yang mengalir justru jabat tangan panjang, senyum para kiai, dan obrolan yang terasa akrab. Di sebuah pertemuan silaturahmi PWNU Jawa Timur bersama empat Pengurus Cabang NU di Sidoarjo, makna paling mendasar tentang Nahdlatul Ulama kembali ditegaskan bahwa NU hidup dari silaturahmi dan tradisi yang menyatukan hati.

Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Timur KH Abdul Hakim Mahfudz yang akrab disapa Gus Kikin, menyampaikan pesan itu dengan bahasa yang sederhana, namun sarat makna. Menurutnya, kekuatan NU tidak semata bertumpu pada mekanisme formal organisasi, melainkan pada tradisi silaturahmi yang dirawat turun-temurun.

“Kalau silaturahmi dan tradisi diabaikan, NU akan lemah,” ujar Gus Kikin, Kamis (11/12/2025) malam. “Silaturahmi itu lebih penting daripada pleno. Lebih penting daripada sekadar rapat dan formalitas.” imbuhnya.

Silaturahmi tersebut melibatkan PCNU Surabaya, PCNU Sidoarjo, PCNU Kota Mojokerto, dan PCNU Kabupaten Mojokerto. Gus Kikin hadir bersama Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur KH Abdul Matin Djawahir, Katib Syuriyah Dr KH Ahsanul Haq, serta jajaran pengurus wilayah. Dari cabang, tampak jajaran Syuriyah dan Tanfidziyah, termasuk para ketua PCNU dari keempat daerah.

Bagi pengasuh Pesantren Tebuireng, Jombang, pertemuan itu bukan sekadar kunjungan rutin. Hingga tiba di Sidoarjo, PWNU Jawa Timur telah bersilaturahmi dengan 24 PCNU, dimulai dari Banyuwangi. “Silaturahmi itu memang bukan program,” katanya. “Tapi justru di situlah letak kekuatannya. Para ulama mementingkan tradisi yang mendekatkan hati.” tambahnya.

Gus Kikin menekankan, NU sebagai jam’iyah diniyah ijtima’iyah tidak bisa diukur hanya dengan parameter eksklusif seperti program kerja, peraturan, atau AD/ART. Ada ukuran lain yang lebih inklusif dan sering kali tak tercatat dalam laporan resmi yakni keakraban batin dan rasa saling percaya.

“Silaturahmi itu memang tidak terukur,” ujarnya. “Tetapi para ulama mementingkan keakraban, bagaimana hati disatukan agar tidak pecah, bagaimana hubungan batin tetap terjaga.” tambahnya.

Dari silaturahmi itulah, lanjut Gus Kikin, tumbuh ukhuwah dan persatuan. Persatuan inilah yang pada akhirnya melahirkan kemerdekaan sikap dan kemajuan gerakan. Ia mencontohkan sosok Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, yang membangun kekuatan NU dari kedekatan sosial. “Gus Dur saat menjadi Presiden pun suka makan lesehan,” katanya, menggambarkan watak NU yang membumi dan merakyat.

Pandangan tersebut diamini Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur KH Abdul Matin Djawahir. Menurutnya, silaturahmi bukan sekadar ajang berkumpul. “Silaturahmi itulah yang membuat NU di bawah menjadi kuat, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh dinamika di atas,” katanya sambil tersenyum.

Forum silaturahmi itu juga menjadi ruang berbagi cerita tentang denyut kehidupan NU di tingkat cabang. Ketua PCNU Sidoarjo KH M Zainal Abidin melaporkan bahwa seluruh MWC NU di wilayahnya telah memiliki BMT dan klinik. PCNU Sidoarjo juga tengah membangun Masjid KH Hasyim Asy’ari dan Rumah Sakit NU. “Untuk dinamika di PBNU, kami mengajak seluruh MWC NU berdoa agar Allah memberikan solusi terbaik,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua PCNU Surabaya KH Masduqi Toha yang baru lima bulan dilantik menyatakan fokus pada penguatan kaderisasi serta merencanakan napak tilas kelahiran NU dari Bangkalan, Surabaya, hingga Tebuireng, Jombang. Ketua PCNU Kabupaten Mojokerto KH Abdul Muchid, yang baru tiga bulan menjabat, mengaku masih membutuhkan banyak bimbingan. Adapun Ketua PCNU Kota Mojokerto KH Shodiqin Marzuqon menyebutkan bahwa dalam 1,5 tahun kepemimpinannya, PCNU setempat mulai membangun kemandirian lewat pengelolaan aset dan perencanaan “APBN NU”.

Malam itu, tak ada keputusan strategis yang dirumuskan dalam bentuk notulensi panjang. Namun, justru di situlah pesan utama NU kembali menemukan relevansinya. Bahwa di tengah dinamika organisasi dan tantangan zaman, silaturahmi tetap menjadi cara paling sederhana sekaligus paling ampuh untuk menyatukan hati dan menjaga daya hidup NU.(*)

Kontributor: Cak Edy

Editor: Abdel Rafi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular