
SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Bencana alam kembali mengguncang Sumatra Barat. Di tengah situasi darurat dan infrastruktur yang belum pulih, Universitas Airlangga (UNAIR) memilih tidak tinggal diam. Namun yang dibawa UNAIR kali ini bukan sekadar logistik dan bantuan standar. Kampus Merah Putih itu justru mengerahkan “senjata” teknologi untuk memperkuat operasi kemanusiaan di daerah terdampak.
Pada Jumat (12/12/2025), Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat Berkelanjutan (LPMB), Hery Purnobasuki, memberi pengarahan terakhir sebelum tim relawan UNAIR diterjunkan ke Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Mereka berangkat esok hari, mengusung misi cepat, tepat, dan berbasis inovasi akademik.
Tim relawan terdiri dari dosen dan mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST), Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM), Sekolah Pascasarjana (SPS), serta koordinator dan staf LPMB. Mereka tidak hanya membawa tenaga, tetapi perangkat teknologi yang dipilih khusus untuk menjawab kebutuhan paling krusial di lapangan.
Di Ruang Sidang LPMB lantai dua, suasana khidmat mewarnai pengarahan akhir. Hery menegaskan bahwa keberangkatan tim bukan hanya pelaksanaan Tri Dharma, melainkan wujud nyata komitmen humanis UNAIR.
“Ini bentuk kepedulian kita. Apa pun yang kita punya baik tenaga, keahlian, materi, bahkan doa, semua penting untuk membantu saudara-saudara kita di Sumatera,” ujarnya.
Harapannya sederhana tetapi mendalam yang mana bantuan UNAIR harus terasa, berkelanjutan, dan memberi daya pulih jangka panjang.
‘Senjata’ Teknologi UNAIR: Filter Air, Energi Mandiri, dan Starlink
Salah satu kekuatan utama misi UNAIR kali ini terletak pada teknologi yang mereka bawa. Yoga Uta Nugraha, dosen FTMM sekaligus anggota Tim Tanggap Darurat Bencana, menjelaskan perangkat yang menjadi tulang punggung operasi.
1. Filter Air Berteknologi Tinggi
Air bersih menjadi kebutuhan paling mendesak di daerah bencana. Tim UNAIR membawa unit filter air yang mampu memurnikan air tanah, air sumur, hingga air banjir menjadi layak konsumsi.
“Filter ini memastikan masyarakat dan tenaga kesehatan mendapatkan suplai air aman tanpa menunggu distribusi air kemasan,” jelas Uta.
2. Pasokan Energi Mandiri
Pemulihan pasokan listrik di lokasi bencana sering memakan waktu. Karena itu, tim membawa inverter dan sistem energi portabel untuk memastikan operasional lapangan tidak terhenti.
3. Starlink: Menyalakan Kembali Komunikasi
Putusnya jaringan komunikasi kerap menjadi tantangan terbesar saat respons bencana. Untuk itu, UNAIR membawa perangkat Starlink, teknologi satelit orbit rendah yang mampu menyediakan koneksi internet cepat di wilayah yang terdampak parah.
“Dengan Starlink, komunikasi tim medis, relawan, dan BPBD bisa tetap berjalan meski jaringan fiber-optic lumpuh,” ujar Uta.
Senjata teknologi ini akan menopang pelayanan kesehatan dan operasi respon darurat terutama di Kecamatan Malalak, Kabupaten Agam.
Ilmu Manajemen Bencana yang Turun Langsung ke Lapangan
Selain dukungan teknologi, UNAIR juga menurunkan tim dari Program Magister Manajemen Bencana. Aditya Prana Iswara, dosen SPS UNAIR, mengatakan bahwa tim mereka telah melakukan pemantauan intensif terhadap perkembangan situasi.
Tim manajemen bencana UNAIR akan bekerja bersama Universitas Andalas dan Universitas Syiah Kuala dalam penggalangan dana, donasi, serta koordinasi respon darurat dengan BPBD. “Korban bencana bukan hanya kehilangan barang. Mereka kehilangan rasa aman. Karena itu, kami fokus pada pendampingan psikologi, sosial, dan kesehatan,” tegas Aditya.
Pengiriman tim relawan berbasis teknologi ini menegaskan kembali peran UNAIR sebagai perguruan tinggi yang berdiri bersama masyarakat, terutama di saat krisis.
Di tengah medan yang berat dan infrastruktur yang runtuh, UNAIR memilih menghadirkan harapan. Bukan hanya dengan logistik, tetapi dengan inovasi yang menyelamatkan.
Tekad UNAIR jelas bahwa ilmu pengetahuan harus turun ke bumi untuk menggerakkan, menyembuhkan, dan memulihkan. Semoga.(*)
Kontributor: PKIP
Editor: Abdel Rafi



