
SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Di tengah geliat transformasi digital dan derasnya arus revolusi industri 4.0, perguruan tinggi dituntut tak lagi sekadar menjadi menara gading. Dunia akademik harus turun ke lapangan, menyatu dengan denyut kehidupan masyarakat dan industri. Di sinilah Universitas Airlangga (Unair) melangkah, tak hanya menjadi institusi pendidikan, tetapi motor penggerak perubahan. Semua itu diwujudkan dalam helatan akbar HITEX 2025 (Research Invention & Community Development Exhibition) yang berlangsung sejak Selasa (20/5/2025) berbarengan dengan momen Hari Kebangkitan Nasional dan akan berakhir hari ini, Rabu (21/5/2025).
Diselenggarakan di Airlangga Convention Center (ACC) Kampus MERR-C Surabaya, HITEX menjadi panggung unjuk gigi hasil riset dan inovasi dari Unair dan 24 Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) se-Indonesia. Bukan sekadar pameran, HITEX adalah pernyataan sikap. Bahwa kampus harus berdampak. Bahwa ilmu pengetahuan harus menjelma menjadi manfaat nyata.
Menyatukan Riset, Menyatukan Negeri
HITEX bukan semata seremoni. Bagi Rektor Unair, Mohammad Nasih, acara ini adalah bentuk pertanggungjawaban perguruan tinggi kepada publik. Ia menyebut, kampus harus mampu menunjukkan kepada masyarakat bahwa setiap rupiah dana publik -baik dari pemerintah, mahasiswa, maupun masyarakat umum -telah dibelanjakan untuk menciptakan ilmu pengetahuan yang menyelesaikan persoalan bangsa.
“Kegiatan ini adalah bentuk akuntabilitas. Masyarakat berhak tahu bahwa kami bekerja. Kami bukan hanya mengajar, tapi juga meneliti dan mengabdi. Dan hasilnya kami hadirkan langsung ke tengah-tengah masyarakat,” ucap Nasih dalam pembukaan HITEX, Selasa (20/5/2025).
Tak kurang dari puluhan stan diisi oleh produk-produk riset yang siap dihilirisasi. Dari teknologi kesehatan, pangan, lingkungan, hingga kecerdasan buatan. Semua dikurasi untuk dapat menjawab kebutuhan nyata masyarakat dan industri.
Simbol Komitmen: Vaksin dari Kampus untuk Peternak
Salah satu momen paling menggetarkan dalam HITEX 2025 adalah saat Unair secara simbolis menyerahkan seed vaksin PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) dan vaksin ASF (African Swine Fever) kepada mitra industri. Dua penyakit ini selama bertahun-tahun menghantui peternakan Indonesia, menyebabkan kerugian miliaran rupiah.
Vaksin ini bukan sekadar capaian laboratorium. Ia lahir dari proses panjang riset mendalam, kolaborasi dengan Badan Karantina Indonesia, hingga uji efektivitas di lapangan. Penyerahan vaksin menjadi penegasan: kampus bisa menjadi penentu arah pembangunan, bukan hanya pengamat.
“Kami bisa memproduksi vaksin. Bahkan lebih dari itu, kami siap menjadi bagian dari solusi. Tantangannya hanya satu: dukungan dan keberpihakan pada riset,” ujar Nasih dengan penuh semangat.
Kemendikti Saintek: Kampus Bukan Lagi Menara Gading
Kehadiran Yos Sunitiyoso, Direktur Hilirisasi dan Kemitraan dari Kemendikti Saintek, mempertegas misi besar ini. Ia menyampaikan bahwa peran perguruan tinggi telah bergeser. Tak lagi sekadar penghasil lulusan atau publikasi ilmiah, tetapi harus menjadi katalis kemajuan teknologi dan pembangunan nasional.
“Kami ingin riset tidak berhenti di jurnal. Tidak sekadar menjadi prototipe. Tapi sampai pada titik di mana riset menjelma menjadi produk, digunakan masyarakat, memberi dampak, dan memperkuat daya saing bangsa,” tutur Yos.
Kemendikti Saintek pun menggelar enam program strategis, dari hilirisasi hasil riset hingga pengembangan kawasan sains dan teknologi. Semua diarahkan untuk membangun ekosistem riset yang kolaboratif, aplikatif, dan produktif.
Kolaborasi: Kata Kunci Masa Depan
Satu benang merah dari HITEX 2025 adalah kolaborasi. Unair membuka pintu bagi kampus lain, dunia usaha, pemerintah daerah, hingga komunitas lokal. Dalam pameran itu, terjalin jalinan sinergi: antara peneliti dan industri, antara mahasiswa dan masyarakat, antara perguruan tinggi dan negara.
“Kalau kita bisa produksi sendiri, mengapa harus impor? Ini bukan soal nasionalisme semata, tetapi efisiensi dan kemandirian,” tegas Nasih. “Kami ingin menjadi kampus yang berdampak, baik secara sosial maupun ekonomi.”
HITEX: Menjawab Panggilan Zaman
Di saat banyak institusi masih larut dalam rutinitas, Unair memilih untuk melompat. HITEX 2025 menjadi tonggak bahwa riset bukan hanya kegiatan akademik, tapi tanggung jawab sosial. Bahwa inovasi bukan milik industri saja, tapi juga ranah kampus. Dan bahwa perguruan tinggi, ketika diberi ruang dan kepercayaan, bisa menjadi penggerak utama kemajuan bangsa.
Dengan HITEX, Unair menjawab panggilan zaman: Kampus bukan hanya tempat belajar, tetapi tempat bangsa bertumpu harapan. (*)
Oleh: Tim Redaksi Cakrawarta