Saturday, December 6, 2025
spot_img
HomePendidikanDunia KampusTasawuf di Era Digital: Menjembatani Krisis Spiritual dan Kehidupan Modern

Tasawuf di Era Digital: Menjembatani Krisis Spiritual dan Kehidupan Modern

Syeikh Ahmad Baqi saat memberikan materi dalam Seminar Metafisika “Membumikan Tasawuf di Era Modern” di di Alkah Dzikir dan Rumah Suluk Baitul Jafar, Desa Kelambir Lima, Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (15/8/2025). (foto: Bachtiar Dj)

MEDAN, CAKRAWARTA.com – Di tengah arus deras globalisasi dan gempuran teknologi, manusia modern kian dihadapkan pada paradoks: hidup serba cepat, serba canggih, namun justru semakin merasa hampa. Kehidupan materialistis dan individualistis kerap membuat orang kehilangan arah, makna hidup, dan kedamaian batin.

Dalam situasi ini, tasawuf sebagai dimensi batiniah Islam yang sarat kebijaksanaan, kembali menawarkan jalan pulang. Tidak sekadar sebagai laku spiritual, tasawuf juga memberi landasan etis dan filosofis untuk menghadapi tantangan zaman.

Menyadari urgensi ini, Program Studi Ilmu Filsafat Universitas Pembangunan Panca Budi (UNPAB) Medan bekerja sama dengan Lembaga Ilmiah Metafisika Tasawuf Islam (LIMTI) menggelar rangkaian seminar dan workshop pada 10, 14, dan 15 Agustus 2025. Seluruh kegiatan diarahkan untuk menghidupkan kembali pemikiran besar Sayyidi Syeikh Prof. Dr. Kadirun Yahya, M.Sc., ulama tasawuf terkemuka Indonesia, dengan pendekatan yang relevan bagi generasi masa kini.

“Bukan sekadar diskusi, kami ingin menghadirkan tasawuf yang membumi, yang mampu menjawab kebutuhan spiritual sekaligus persoalan nyata di masyarakat,” ujar Ketua Umum LIMTI, Syeikh Dr. H. Ahmad Baqi Arifin, SH, MH, MBA dalam keterangannya, Jumat (15/8/2025).

Dzikir dan Pemberdayaan Ekonomi

Rangkaian dimulai Minggu (10/8/2025) di Surau Baitul Muthahar, Desa Tebing Tanjung Selamat, Langkat. Seminar ini menggabungkan ajaran dzikrullah dengan praktik pemberdayaan ekonomi berbasis potensi lokal.

Syeikh Ahmad Baqi dan Prof Vivi Purwandari saat memberikan materi mengenai esensi dzikrullah sebagai pilar kemajuan masyarakat di Surau Baitul Muthahar, Desa Tebing Tanjung Selamat, Langkat, Minggu (10/8/2025). (foto: Bachtiar Dj)

Syeikh Ahmad Baqi mengupas “Esensi Zikrullah sebagai Pilar Kemajuan Masyarakat”, mengingatkan bahwa krisis spiritual bermula dari absennya Tuhan dalam kesadaran sehari-hari. “Tak jarang manusia baru mengingat Tuhan saat usia senja,” ujarnya.

Prof. Dr. Vivi Purwandari dari Universitas Sari Mutiara Medan melengkapi sesi dengan praktik pengolahan daun kelor dan daun telang. Bagi Prof. Vivi, mengelola alam secara bijak adalah wujud konkret dari spiritualitas tasawuf: menyatukan dimensi lahir dan batin.

Pelatihan Kedamaian Batin

Kamis (14/8/2025), Aula Gedung Al Huda UNPAB menjadi ruang kontemplasi dalam workshop “Tips dan Trik Menemukan Kedamaian Batin: Pelatihan Tasawuf dalam Bingkai Filsafat Agama”.

Prof. Dr. Ris’an Rusli dari UIN Raden Fatah Palembang menegaskan, tasawuf adalah sistem pengetahuan holistik yang berpijak pada filsafat Islam. Sementara itu, Syeikh H. Ahmad Syukran Bestari (cucu Syeikh Kadirun Yahya) menekankan pentingnya dzikir dan muraqabah untuk membangun rasa syukur, bukan iri hati.

Para narasumber berfoto bersama Keluarga besar Yayasan Syeikh Kadirun Yahya seusai workshop “Tips dan Trik Menemukan Kedamaian Batin: Pelatihan Tasawuf dalam Bingkai Filsafat Agama” di Aula Gedung Al Huda UNPAB, Kamis (14/8/2025). (foto: Bachtiar Dj)

“Sepanjang hidup, kita tidak akan pernah selesai belajar tentang Tuhan,” ujarnya.

Dr. Agus Himmawan Utom, Dekan Fakultas Filsafat UGM, menutup sesi dengan perspektif filsafat agama kontemporer. Ia menilai, tasawuf mengajak manusia “menjadi” pribadi yang terhubung dengan sesama, alam, dan Tuhan, agar hidup memiliki makna.

Membumikan Tasawuf di Era Modern

Puncak kegiatan berlangsung hari ini, Jumat (15/8/2025) di Alkah Dzikir dan Rumah Suluk Baitul Jafar, Desa Kelambir Lima, Deli Serdang. Mengusung tema “Membumikan Tasawuf di Era Modern”, seminar ini merespons tantangan mempertahankan relevansi tasawuf di tengah budaya digital.

Menurut Syeikh Ahmad Baqi, tasawuf adalah proses penyucian jiwa melalui tiga tahap: takhalli (mengosongkan diri dari sifat tercela), tahalli (menghiasi diri dengan sifat terpuji), dan tajalli (menyaksikan keagungan Tuhan).

Untuk membumikan ajaran ini, ia menawarkan pendekatan “metafisika eksakta” yang memadukan keyakinan dengan pembuktian ilmiah, sebagaimana diwariskan Syeikh Kadirun Yahya.

Assoc. Prof. Ir. Syarifuddin, MH, dari UNPAB, menambahkan perspektif akademis tentang dimensi metafisika dalam tasawuf, menegaskan bahwa ajaran ini bukan sekadar warisan, tetapi jalan hidup yang bisa diuji dan dibuktikan.

Tiga rangkaian acara ini bukan hanya menjadi ajang diskusi ilmiah, tetapi juga gerakan revitalisasi tasawuf, menunjukkan bahwa ajaran spiritual berusia ratusan tahun ini tetap mampu menjawab kegelisahan manusia modern.

“Di tengah pusaran modernitas, tasawuf adalah jangkar yang menambatkan hati pada makna sejati,” ujar Syeikh Ahmad Baqi. (*)

Kontributor: Bachtiar Dj

Editor: Abdel Rafi 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular