Friday, April 19, 2024
HomeSains TeknologiSukses Temukan Inovasi, Tes Alergi Buatan Dosen Unair Akhirnya Kantongi Hak Paten

Sukses Temukan Inovasi, Tes Alergi Buatan Dosen Unair Akhirnya Kantongi Hak Paten

Ilustrasi kit diagnostik alergen dalam bentuk patch transdermal (foto: Istimewa)

SURABAYA – Tim peneliti Universitas Airlangga kembali mencetuskan inovasi berupa kit diagnostik ekstrak alergen dalam bentuk patch transdermal. Hasil riset yang dipimpin oleh Prof. Junaidi Khotib, SSi., MKes., PhD., itu telah menerima Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yakni hak paten pada September 2022.

Junaidi menjelaskan inovasi tersebut bermula dari kasus alergi yang terus meningkat dengan mayoritas penderitanya masih berusia anak-anak. Sementara untuk deteksi zat pemicu alergi atau alergen umumnya menggunakan uji tusuk kulit (skin prick test) yang bersifat invasif sehingga menimbulkan goresan.

Untuk itu, Junaidi beserta tim merancang kit diagnostik alergen dengan penggunaan secara non-invasif yang aman digunakan untuk semua kalangan usia. Menurutnya, inovasi ini juga sebagai deteksi dini yang memudahkan pengujian pada penderita alergi.

Junaidi menerangkan bahwa kit diagnostik alergen dikemas dalam bentuk patch transdermal yang mirip dengan plester. Terdapat sembilan jenis ekstrak alergen dalam sediaan patch terdiri dari tungau debu rumah, udang, susu sapi, ikan laut, telur, gandum, kacang tanah, kelapa atau santan, dan serbuk sari.

Lanjutnya, penggunaan patch ditempel pada permukaan kulit tubuh yang mudah diamati seperti area lengan atau punggung selama 15 menit. Hal ini memungkinkan ekstrak alergen pada patch berinteraksi dengan sel epitel kulit untuk menghasilkan reaksi alergi.

Prof. Junaidi Khotib, SSi., MKes., PhD., selaku Ketua peneliti Universitas Airlangga dalam penemuan inovasi berupa kit diagnostik ekstrak alergen dalam bentuk patch transdermal yang telah mendapatkan hak paten. (foto: Istimewa)

“Ekstrak alergen tersebut kita tanam diplester untuk diujikan. Misalnya, dari sembilan ekstrak akan ketahuan mana yang ada reaksi dan mana yang tidak. Kalau tetap tidak ada (reaksi) bentol atau warna merah berarti itu tidak alergi dan sebaliknya,” tuturnya pada media ini, Senin (20/3/2023).

Ia menyebut kit diagnostik ekstrak alergen dalam bentuk patch transdermal berguna untuk mengidentifikasi jenis alergen baik alergen ingestan (alergi makanan) dan alergen inhalan (terhirup melalui udara) dalam tubuh manusia.

“Selain itu, keunggulan patch dibuat dari bahan elastis yang tidak menimbulkan goresan maupun efek samping sehingga dapat dilakukan secara mandiri,” imbuh Dekan Fakultas Farmasi Unair itu.

Lebih lanjut, ketika penderita mengetahui jenis alergen apa yang dialaminya maka bisa diminimalisasi dengan imunoterapi berupa desensitisasi secara berulang sampai penderita memiliki kekebalan yang lebih baik. Menurutnya, pihaknya juga telah mengembangkan bahan ekstrak yang sama untuk terapi dalam bentuk tablet.

Dari keterangan pakar ahli farmakologi molekuler itu, kit diagnostik ekstrak alergen kini sudah memasuki tahap uji coba skala besar dalam dua tahun terakhir.

“Pada batch ketiga nanti selesai, maka bisa diproduksi yang akan bekerja sama dengan PT Bio Farma,” sambungnya.

Baginya, tantangan dalam riset ini adalah saat proses mendesain patch agar bisa menempel dan melepas dengan baik. Kemudian, menjalin kerja sama dengan industri untuk hilirisasi dari inovasi yang ada.

“Harapan kami tentu ini bisa direalisasikan dan bisa diproduksi massal karena kemanfaatan untuk kemanusiaan jauh lebih besar. Oleh sebab itu, ketika produk ini beredar di masyarakat, kita juga akan menekan harga se-fair mungkin sehingga bisa dijangkau,” pungkas anggota ahli BPOM RI tersebut.

(mar/pkip/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular