Thursday, May 22, 2025
spot_img
HomeEkonomikaRahman Sabon Nama: Nasib Petani Tak Boleh Terus Menderita, Negara Harus Hadir!

Rahman Sabon Nama: Nasib Petani Tak Boleh Terus Menderita, Negara Harus Hadir!

Jakarta, – Menjelang akhir musim panen raya, suara kegelisahan petani kembali menggema. Asosiasi Pedagang dan Tani Tanaman Pangan dan Hortikultura Indonesia (APT2PHI) menyoroti lemahnya peran negara dalam melindungi petani produsen, di tengah janji-janji besar soal kedaulatan pangan yang belum sepenuhnya terbukti.

Harapan besar sempat tumbuh saat Prabowo Subianto yang pernah memimpin KHTI (Kontak Tani Nelayan Indonesia) kini menjabat sebagai Presiden RI. Dalam kampanyenya, Prabowo menegaskan komitmennya untuk tidak melakukan impor pangan strategis dan mewujudkan swasembada. Namun, APT2PHI kini mempertanyakan realisasi dari janji tersebut.

“Negara tidak boleh absen, terutama saat krisis pangan dan harga. Peran pemerintah sebagai stabilisator harus nyata dirasakan. Jangan biarkan nasib petani terus dipermainkan,” tegas Rahman Sabon Nama, Ketua Umum APT2PHI dalam keterangannya pada media ini, Sabtu (19/4/2025).

Musim Panen Raya 2025: Panen Bagus, Tapi Ancaman Impor Masih Menghantui

APT2PHI mencatat, musim panen raya (MPR) Februari–Mei 2025 menunjukkan hasil yang menggembirakan. Panen diperkirakan mencapai 47,5% dari total 10,2 juta hektare areal panen rata-rata nasional. Beberapa daerah seperti Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, dan NTB mengalami panen yang baik.

Dengan produksi diperkirakan mencapai 62–64% dari total potensi panen, APT2PHI berharap pemerintah melalui Bulog mampu menyerap 2–3 juta ton gabah dan beras untuk memperkuat cadangan nasional tahun ini.

APT2PHI juga mengapresiasi kebijakan harga dasar gabah kering panen tahun 2025 yang ditetapkan sebesar Rp6.500/kg. Menurut perhitungan mereka, harga ini cukup layak dan mampu meningkatkan pendapatan petani. Namun, Rahman mengingatkan agar pemerintah tidak mengulangi kesalahan masa lalu.

Belajar dari Masa Lalu: Harga Rendah dan Impor Saat Panen Raya

APT2PHI menyoroti dua faktor utama yang selama ini merugikan petani:

  1. Harga Dasar Terlalu Rendah – Di masa lalu, harga dasar gabah hanya Rp 4.500/kg, terlalu rendah untuk menutup biaya produksi petani.
  2. Kebijakan Impor Saat Panen Raya – Pemerintah kerap melakukan impor beras saat panen raya, menyebabkan harga gabah petani jatuh dan beras lokal tak terserap pasar.
Ketum APT2PHI Dr. Rahman Sabon Nama (berbatik) tengah berada di negeri Kamboja melihat pabrik beras dan situasi harga internasional di Kamboja beberapa waktu lalu. (Foto: cakrawarta)

Tak hanya itu, APT2PHI juga mengungkapkan kekhawatiran atas praktik impor ilegal yang diduga dilakukan oleh importir swasta. Beras impor yang masuk secara masif membanjiri pasar kota, membuat beras petani lokal tak mampu bersaing.

Solusi APT2PHI: Rubah Pola Penetapan Harga Panen

Sebagai solusi jangka panjang, APT2PHI meminta pemerintah mengubah pola perhitungan harga dasar gabah yang selama ini mengacu pada sistem caturwulan atau tiga bulanan yang ditetapkan oleh BPS. Mereka mengusulkan agar sistem ini disesuaikan dengan pola panen aktual di lapangan agar tidak merugikan petani.

“Musim panen berikutnya (Musim Panen Gadu) akan berlangsung Juni–September, dengan porsi produksi sekitar 32%. Bulog harus bersiap menyerap setidaknya 5% untuk memperkuat stok nasional,” tegas Rahman.

APT2PHI berharap pemerintah benar-benar serius menjalankan janji-janjinya, bukan hanya kepada petani tapi juga untuk mewujudkan kedaulatan pangan yang sesungguhnya. “Petani adalah produsen utama pangan nasional. Jangan biarkan mereka terus menderita karena kebijakan yang salah arah,” pungkasnya.

(rils/rafel)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular