Thursday, April 25, 2024
HomeEkonomikaPemerintah Dinilai Tidak Lindungi Petani dan Pabrik Gula Lokal

Pemerintah Dinilai Tidak Lindungi Petani dan Pabrik Gula Lokal

ilustrasi
ilustrasi

JOMBANG – Ditemukannya fakta bahwa gula rafinasi juga dikonsumsi oleh rumah tangga dinilai cukup mengejutkan. Distribusi gula untuk industri tersebut memasuki pasar tradisional di berbagai daerah khususnya Jawa Timur.

Ketua Umum APT2PHI (Asosiasi Pedagang dan Tani Tanaman Pangan dan Holtikultura Indonesia), Rahman Sabon Nama pun bersuara. Dirinya meminta pemerintah dalam hal ini Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian agar dalam membuat kebijakan harus dipertimbangkan secara mateng dan bijak. Kebijakan yang dikeluarkan terutama terkait gula harus dapat melindungi petani tebu dalam negeri dan pabrik gula lokal dari liberasi perdagangan gula yang tidak adil.

“Saya mendapatkan laporan saat meninjau langsung petani tebu dan pabrik gula di Bondowoso dan Lumajang. Mereka kesulitan menjual tebu hasil panennya karena dibandrol dengan harga murah oleh PTPN di Jatiroto. Ini kan namanya petani tebu termarjinalkan oleh pemerintahnya sendiri. Memprihatinkan sekali,” ujar Rahman Sabon Nama kepada redaksi cakrawarta.com, Kamis (15/6/2017).

Untuk itu, Rahman Sabon Nama menilai adanya aturan Menteri Perdaganh Nomor 684/M-DAG/KEP/5/2017 tentang Penetapan Penyelenggara Pasar Lelang Gula Kristal Rafinasi (GKR) justru akan merugikan petani dan pedagang kecil serta akan menimbulkan harga gula yang lebih mahal.

Kebijakan tersebut juga dinilai akan membuat gula rafinasi hasil lelang yang seharusnya untuk kebutuhan industri akan merembes ke pasar. Akhirnya, gula rafinasi ini dijual untuk konsumsi masyarakat umum karena harganya lebih murah dibandingkan dengan gula tebu petani lokal.

“Hal ini akan sangat merugikan petani tebu dan kalangan produsen gula berbahan baku tebu di Jawa Timur,” imbuh pria asal NTT ini.

Menurut Rahman Sabon Nama apabila pembelian gula melalui badan lelang yang telah ditetapkan pemerintah ini, akan ada penambahan biaya yaitu biaya lelang untuk setiap kilogram gula yang dilelang. Akibatnya, harganya lebih mahal.

“Saya mempertanyakan kenapa pemerintah sepertinya menempatkan diri seperti calo atau broker dengan berbungkus kebijakan ya? Toh pada akhirnya biaya akan dibebankan pula pada konsumen akhir yaitu rakyat,” kata Rahman yang juga pengurus DPN HKTI itu.

Agar tidak makin merugikan petani dan rakyta, APT2PHI menyarankan agar presiden Joko Widodo meminta Menteri Perdagangan untuk meninjau kembali kebijakannya. Dampaknya bagi petani sangat terasa dimana harga gula rafinasi murah sehingga saat merembes ke pasar, maka harga gula petani dalam negeri akan jatuh dan tidak laku dijual baik di pasar oleh pedagang maupun yang dijual oleh pemerintah melalui Bulog.

Apalagi pembelian gula impor berbasis aturan Kementerian Perdagangan ini, disebutkan setiap peserta lelang harus menyiapkan dana jaminan untuk ikut lelang. Tentu saja dengan cara seperti itu, hanya dapat diikuti oleh pengusaha bermodal besar dan menyulitkan industri kecil dan UKM karena tidak memiliki modal yang cukup. Apalagi kebutuhan industri kecil dan UKM tidak begitu besar.

“Saya juga mengkhawatirkan pemenang lelang akan mencari jalan pintas untuk cepat mendapatkan uang banyak dengan menjual langsung gula rafinasi ke pasar,” kata Rahman.

Karenanya, dirinya mengingatkan pada menteri terkait agar kebijakan yang dikeluarkan mendukung program kedaulatan pangan yang digagas Presiden Joko Widodo.

“Anehnya, ini kok malahan sebaliknya. Akhirnya tak keliru jika publik kemudian menilai program kedaulatan pangan yang dikampanyekan hanya omong kosong,” tandasnya mengakhiri pernyataannya.

(bus/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular