JAKARTA – Plt Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat resmi menjadi Gubernur DKI setelah dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Kamis (15/6/2017) pagi tadi.
Meski masa jabatannya yang terbilang singkat hanya sampai bulan Oktober 2017, namun banyak harapan warga DKI kepada Djarot untuk melakukan perbaikan kinerja birokrasi di pemerintahan Provinsi DKI.
Harapan tersebut juga diungkapkan oleh Ervan Purwanto, Sekretaris Nasional Relawan Kesehatan (Rekan) Indonesia dalam siaran persnya pada Kamis (15/6/2017) siang.
Ervan panggilan akrabnya mengharapkan keseriusan Djarot untuk dapat menindaklanjuti dugaan kolusi dan nepotisme di tubuh Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI dalam proses rekuitmen pegawai non-PNS.
“Selamat untuk Pak Djarot yang telah dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta. Kami berharap di masa kepemimpinannya yang singkat pak Djarot mampu menindaklanjuti dugaan kolusi dan nepotisme di Dinkes DKI,” ujar Ervan.
Ervan menyatakan bahwa ada indikasi keterlibatan pejabat di Dinkes DKI yang memasukan anak dan keponakannya sebagai pegawai non-PNS.
“Apalagi ada kemungkinan anak dan keponakan pejabat tersebut mendapat perlakuan khusus terhadap kinerjanya. Bahkan ada yang jarang masuk tapi tidak pernah kena sanksi administratif,” imbuh Ervan dengan nada tegas.
Selain itu, Ervan juga menemukan indikasi adanya keluarga pejabat yang ditunjuk sebagai konsultan. Fakta tersebut berdasarkan hasil investigasi Rekan Indonesia dan tidak dibantah oleh pejabat Dinkes DKI yang tidak mau disebutkan namanya.
Menurut pejabat Dinkes tersebut, memang benar ada anak pejabat yang diterima masuk sebagai pegawai non-PNS dan benar bahwa anak pejabat tersebut dijadikan konsultan tapi tidak dibayar.
Dari hasil investigasi Rekan Indonesia, jelas menguatkan dugaan adanya kolusi dan nepotisme karena berdasarkan pengakuan dari pejabat Dinkes sendiri menyatakan benar ada anak dan keponakan pejabat yang diterima di Dinkes. Kedua, semakin kuat juga dugaan adanya penunjukan langsung anak pejabat menjadi konsultan di Dinkes DKI.
“Namun yang jadi pertanyaan apakah dibenarkan SKPD menggunakan tenaga konsultan dengan gratis? Bukankah itu adalah gratifikasi,” kata Ervan dengan nada retoris.
Menurut Ervan konsultan itu harus tercantum dan harus ada SK dari Kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Ada pula kewajiban SKPD harus membayar tenaga konsultan sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 22 Tahun 2017 dimana anggarannya dibebankan pada DPA APBD 2017. Dan proses penujukan jasa konsultan harus melalui PL terbuka.
“Jadi kami menunggu langkah cepat Djarot untuk dapat menindaklanjuti dugaan kami tersebut. Apalagi di media cetak ibukota, Djarot berjanji akan menindaklanjuti dan jika terbukti akan memberikan sanksi,” tandas Ervan mengakhiri pernyataannya.
(an/bti)