Saturday, April 20, 2024
HomeEkonomikaGula Lokal Menumpuk di Gudang Bulog, APT2PHI Desak Presiden Hentikan Impor

Gula Lokal Menumpuk di Gudang Bulog, APT2PHI Desak Presiden Hentikan Impor

ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA – Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla didesak agar memerintahkan menterinya untuk menghentikan impor gula jenis kristal putih (white sugar) dan rafinasi. Demikian disampaikan Ketua Umum APT2PHI (Asosiasi Pedagang dan Tani Tanaman Pangan dan Holtikultura Indonesia) Rahman Sabon Nama pada Jumat (16/6/2017) siang.

Pasalnya, menurut Rahman Sabon dari data APT2PHI yang dipimpinnya, gula putih dan rafinasi membanjiri pasar rakyat. Hal tersebut perlu dibedakan agar konsumen bisa membedakan keduanya dan tidak merugikan petani dan distributor gula lokal.

“Kalau gula rafinasi tidak segera dikendalikan dan dibiarkan masuk ke pasar gula konsumsi, ini bahaya karena akan menjadi kompetitor yang tidak sehat bagi produk gula lokal,” ujar Rahman Sabon Nama saat ditemui di Stasiun Gambir.

Jika Jokowi dan JK tidak segera mengambil tindakan tegas dikhawatirkan akan menyulitkan Indonesia dalam mencapai kedaulatan pangan karena tidak memberikan perlindungan pada petani tebu dan pabrik gula lokal dari liberalisasi perdagangan gula.

Rahman Sabon Nama yang juga pengurus Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) pusat itu menambahkan dirinya mendapat laporan terkait adanya penumpukan gula lokal N2 dan N11 di Gudang Bulog Divre Sumatera Utara. Jumlahnya luar biasa yakni mencapai 10.000 ton.

“Ini kalau didiamkan oleh Pemerintah, maka 59 unit pabrik gula lokal nasional bisa gulung tikar alias bangkrut,” tegas pria kelahiran Adonara NTT.

Karena itu, ia menyatakan bahwa jika mau segera bertindak maka pemerintahan Jokowi-JK. Dirinya menyarankan jika ingin kebijakan kedaulatan pangan bisa terwujud maka perlu dilakukan revitalisasi semua pabrik gula peninggalan Belanda yang tersebar di pulau Jawa.

Kedua, hentikan segera impor gula rafinasi dan ganti dengan impor gula kristal merah (raw sugar) untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pabrik gula yang lahan perkebunan tebunya terbatas.

“Jika bisa dilakukan, akan lebih menguntungkan karena ada kesempatan kerja untuk buruh tani dan juga harga gula rafinasi dalam negeri lebih murah dibandingkan dengan impor,” imbuhnya.

Perlu diketahui, harga raw sugar di pasaran internasional saat ini berkisar pada harga USD 285-287 CIF per ton Indonesian Port, maka kalau diproses sendiri tentu harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan gula rafinasi impor.

Menurut Rahman Sabon kebutuhan gula nasional tahun 2016 saja sekitar 5,5-6 juta ton sedangkan produksi nasional dari 59 pabrik gula lokal yang berbasis bahan baku tebu lebih kurang 2,3 juta ton dengan rendemen rata rata 5,7 sampai 6 persen atau sekitar 5 ton per hektar.

Selain dua hal di atas, Rahman Sabon juga meminta Pemerintah dapat mendorong agar terjadi peningkatan produksi gula nasional. Caranya menurut pria murah senyum ini adalah lahan tidur yang dikelola Perhutani di pulau Jawa dan Sumatra bisa dimanfaatkan untuk menanam tebu rakyat untuk meningkatkan produksi gula dalam negeri.

“Semua ini adalah PR besar Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan saya kira. Apalagi Permen yang mereka keluarkan tentang pelelangan gula impor justru merugikan petani dan pabrik gula lokal. Presiden wajib mengingatkan pembantunya ini agar tak merugikan program Nawacita,” tandas Rahman Sabon mengakhiri pernyataannya.

(bm/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular