
JAKARTA – Koordinator lembaga Center for Budget Analysis (CBA) Jajang Nurjaman mengatakan bahwa proyek pembangunan gedung wakil rakyat di sejumlah daerah rawan korupsi.
“Sudah banyak contoh proyek pembangunan gedung DPRD yang berakhir sebagai skandal korupsi. Misalnya, proyek pembangunan gedung DPRD Kota Madiun pada tahun 2015, proyek pembangunan gedung DPRD Kabupaten Pali tahap II pada tahun 2021, dan kasus pembangunan gedung DPRD Kabupaten Morowali Utara pada tahun anggaran 2016. Kasus terakhir ini masih dalam penanganan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” ujar Jajang Nurjaman dalam keterangannya pada media ini, Senin (14/8/2023) dini hari.
Karena itu, Jajang Nurjaman menjelaskan bahwa pentingnya bagi aparat penegak hukum, terutama KPK, untuk lebih fokus dalam mengawasi proyek pembangunan gedung DPRD di seluruh Indonesia.
“Penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu. Sebagai contoh, proyek pembangunan gedung DPRD Provinsi Jawa Tengah yang dilaksanakan pada tahun anggaran 2020 dan 2021 dengan anggaran ratusan miliar juga terindikasi bermasalah,” paparnya menambahkan.
Menurut Jajang, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) melalui Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Cipta Karya melaksanakan proyek pembangunan gedung DPRD dengan total anggaran sebesar Rp 139 miliar pada tahun anggaran 2020 dan 2021.
“Kami menemukan beberapa ketidaksesuaian dalam pelaksanaan proyek tersebut,” tegas Jajang.
Jajang pun kemudian memerinci ketidaksesuaian yang ditemukan pihaknya. Pertama, lanjutnya, terkait penetapan pemenang Jasa Konsultansi manajemen konstruksi, pihak Pemprov Jateng memilih PT Kreasi Handal Selaras (KHS).
“Namun, dalam penilaian kualifikasi, metode kerja, pemenuhan persyaratan administrasi, teknis, dan harga, PT KHS sebenarnya berada di posisi ke-5 dari 4 perusahaan lainnya,” detailnya.
Selain itu, lanjut Jajang, dalam pekerjaan proyek yang dimenangkan oleh PT Adhi Persada Gedung, terdapat masalah seperti ketidaksesuaian volume dan dugaan kelebihan bayar atau mark up.
“Misalnya, dalam pekerjaan struktur beton bertulang lantai 1 hingga 10 dan struktur lantai DAK, terdapat kelebihan bayar sebesar Rp 49,6 juta,” detailnya lagi.
Hal serupa, lanjut Jajang, terjadi dalam pekerjaan pek dimana finishing arsitektur, MEP, lalu LT 1 hingga 10 dan MEP, dan juga lantai DAK, ditemukan selisih pembayaran sebesar Rp 516 juta dari nilai pekerjaan sebenarnya. Temuan itu juga terdapat pada pekerjaan hydrant kapasitas 90 m3 dan air bersih kapasitas 45 m3: (Ground Reservoir), pekerjaan landscape, saluran air keliling bangunan, area parkir, saluran kabel TM, ruang gardu PLN, dan taman area STP. Terdapat kelebihan bayar sebesar Rp 124,5 juta.
“Karena itu, Center for Budget Analysis meminta KPK untuk segera turun tangan untuk melakukan penyelidikan terkait proyek pembangunan gedung DPRD Jateng. Semua pihak terkait, termasuk Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, perlu dipanggil dan diperiksa dalam penyelidikan ini,” pungkasnya.
(bus/bti)



