Thursday, May 22, 2025
spot_img
HomeEkonomikaKarangrejo Menyala! Suadesa Festival 2025 Jadi Simbol Perlawanan terhadap Ketimpangan

Karangrejo Menyala! Suadesa Festival 2025 Jadi Simbol Perlawanan terhadap Ketimpangan

Salah satu sudut di Desa Karangrejo, Borobudur, Magelang, hasil karya PT PGN. (foto: PGN for Cakrawarta)

MAGELANG, CAKRAWARTA.com – Di tengah derasnya arus ketimpangan antara kota dan desa, Desa Karangrejo, Borobudur, justru berdiri tegak. Bersama PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), desa kecil ini menyalakan semangat besar: melawan ketidakadilan pembangunan dengan kemandirian. Melalui “Suadesa Festival 2025”, yang digelar 10–11 Mei 2025 di Gasblock PGN Karangrejo, desa ini menjelma menjadi panggung perlawanan yang meriah, namun bermakna dalam.

Festival ini bukan sekadar perayaan ulang tahun ke-60 PGN. Ia adalah pernyataan: bahwa desa tak sudi hanya jadi penonton dalam panggung pembangunan nasional. Bahwa dari pelosok, suara rakyat bisa menggema, dan dari akar rumput, harapan bisa tumbuh.

“Ini bukan festival biasa. Ini adalah momentum rakyat desa menunjukkan bahwa mereka bisa berdikari, bukan dikasihani,” tegas Fajriyah Usman, Sekretaris Perusahaan PGN.

Melalui sinergi dengan program Desa Energi Berdikari Pertamina dan CSR PGN, Suadesa Festival menjadi ruang kolektif bagi kebangkitan desa. Tak kurang dari 40 UMKM lokal dari Karangrejo dan Wringin Putih ambil bagian dalam Pasar Suadesa, menjajakan produk asli rakyat: kerajinan kayu, batik Borobudur, angkringan, jamu tradisional, jajanan pasar, hingga kuliner khas desa.

“Desa tak butuh dikasihani. Yang dibutuhkan adalah kepercayaan. Dan lewat Suadesa, kami ingin menunjukkan bahwa desa bisa menghidupi dirinya sendiri,” ujar M. Hely Rofikun, Kepala Desa Karangrejo, dalam konferensi pers penuh semangat.

Tak hanya mengusung semangat ekonomi kerakyatan, festival ini juga menjadi ajang peluncuran ekosistem energi bersih berbasis desa. Melalui produk Gaslink C-Cyl, gas bumi dalam bentuk silinder, PGN memberi akses langsung energi ramah lingkungan bagi UMKM kuliner yang selama ini minim dukungan.

Balkondes Karangrejo, salah satu lokasi utama festival, telah memanfaatkan kombinasi gas bumi dan panel surya untuk penginapan, dapur umum, dan listrik. Ini bukan mimpi futuristik—ini nyata, tumbuh dari desa, untuk desa.

Sebagai festival yang berpihak pada bumi, Pasar Suadesa juga menolak penggunaan kantong plastik. Pengunjung didorong membawa tas belanja sendiri—sederhana, tapi tegas: desa peduli lingkungan, bahkan lebih dari kota.

Dari panggung seni, suara Karangrejo menggema lewat musik dan tari. Shaggydog, Irta Amalia, hingga Om Janema tampil bersama seniman lokal, mempertemukan akar budaya dan energi muda. Workshop Suadesa juga menjadi ruang sakral pelestarian tradisi: mengajarkan anyaman, ukiran, dan keramik dengan bahan alami kepada generasi baru.

“PGN tak hanya membangun jaringan gas, tapi juga membangun harapan. Suadesa Festival adalah wajah dari energi baru Indonesia—energi yang lahir dari rakyat dan kembali untuk rakyat,” tutup Fajriyah penuh haru.

Karangrejo menyala. Bukan karena lampu-lampu kota, tapi karena nyala semangat warganya. Dari desa, mereka bicara kepada bangsa: kami bukan beban. Kami adalah kekuatan yang selama ini tak dilihat. Kini saatnya didengar.

(Reza/Rafel)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular