Monday, April 29, 2024
HomeSains TeknologiKesehatanIndonesia Kaya Tanaman Obat, Pakar: Sayangnya, 90% Bahan Baku Obatnya Impor!

Indonesia Kaya Tanaman Obat, Pakar: Sayangnya, 90% Bahan Baku Obatnya Impor!

ilustrasi. (foto: istimewa)

SURABAYA – Malaria menjadi penyakit yang tergolong serius dan mematikan. Penyakit yang disebabkan parasit genus Plasmodium itu mungkin telah membunuh setengah dari populasi sepanjang sejarah peradaban manusia. Bahkan hingga saat ini, Malaria masih menjadi momok mengerikan dalam dunia kesehatan. Diperlukan solusi mengatasi penyakit satu ini dan fitomedisin bisa menjadi alternatifnya.

“Fitomedisin pada dasarnya adalah sediaan herbal yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan tanaman, fraksinasi, pemurnian, proses fisik atau biologis lainnya. Sediaan ini dapat dibuat untuk dikonsumsi secara langsung atau sebagai dasar untuk produk herbal lainnya,” terang Prof. Dr. Dra. Apt Wiwied Ekasari, MSi., yang mengusulkan gagasan “Fitomedisin sebagai Pengobatan Malaria di Indonesia” dalam orasi pengukuhan guru besar dirinya di Aula Garuda Mukti Universitas Airlangga, Surabaya, pada Kamis (7/9/2023).

Pada dasarnya, lanjut Prof Wiwied, fitomedisin telah dikenal sejak lama dalam peradaban manusia. Penemuan dan pengembangan fitomedisin tidak dapat terlepas dari pengobatan herbal dengan kulit batang pohon Kina (Cinchona) dan Qinghao (Artemisia annua).

“Keduanya memiliki efektivitas yang baik dalam mengatasi malaria selama beratus-ratus tahun,” tegasnya.

Dalam prosesnya, fitomedisin melibatkan penggunaan tumbuh-tumbuhan sebagai pengobatan. Hal itu berdasarkan pada praktik adat turun-temurun dan berdasarkan logika ilmiah.

“Fitomedisin telah terkenal sejak lama dalam sejarah peradaban manusia. Bahkan, pemanfaatan fitomedisin ini bisa dikatakan sama tuanya dengan evolusi manusia. Fitomedisin ini tidak sembarangan karena didasarkan pada praktik adat secara turun temurun atau berdasar logika ilmiah,” lanjut Prof Wiwied.

Menurut Prof Wiwied, Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar dalam menerapkan fitomedisin. Akan tetapi, peluang dan potensi itu belum berjalan secara optimal. Sebab, 90% obat dan bahan baku obat di Indonesia masih berasal dari impor.

“Presiden Republik Indonesia mengatakan bahwa sekitar 90% obat dan bahan baku obat di Indonesia masih mengandalkan impor. Padahal, Indonesia sangat kaya dengan tanaman obat. Hal ini jelas sangat merugikan perekonomian kita dan membuat industri farmasi dalam negeri tidak bisa tumbuh dengan baik,” terang Prof Wiwied.

Tantangan lainnya, lanjutnya, Indonesia masih belum mampu mengatasi problem produksi hasil riset dari skala perguruan tinggi ke skala yang lebih luas.

Prof. Dr. Dra. Apt Wiwied Ekasari, MSi., yang mengusulkan gagasan “Fitomedisin sebagai Pengobatan Malaria di Indonesia” dalam orasi pengukuhan guru besar dirinya di Aula Garuda Mukti Universitas Airlangga, Surabaya, pada Kamis (7/9/2023). (foto: unair)

“Tantangan lainnya adalah kemampuan Indonesia mengatasi problem klasik dalam memproduksi hasil riset-riset terutama dari perguruan tinggi menuju skala bench dan skala pilot sebelum kemudian masuk ke skala industri untuk produksi secara masif,” ujarnya.

Kendati demikian, tantangan tersebut bukan berarti mustahil untuk terselesaikan. Dengan adanya dukungan dan kerja keras dari berbagai pihak, maka implementasi fitomedisin ini dapat menjadi pengobatan malaria yang efektif.

“Berdasarkan hasil pengujian, kami tidak menemukan adanya keraguan penemuan antimalaria dari tanaman di negeri kita. Kini, artemisinin dan turunannya adalah contoh luar biasa dari penemuan antimalaria berbasis tanaman yang efektif menangani malaria hingga sekarang,” pungkasnya.

(pkip/mar/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular