Wednesday, May 7, 2025
spot_img
HomePendidikanDunia KampusEstafet Kepemimpinan di Unair: Prof Madyan dan Mimpi Besar dari Timur Jawa

Estafet Kepemimpinan di Unair: Prof Madyan dan Mimpi Besar dari Timur Jawa

Rektor Unair terpilih 2025-2030, Prof. Dr. Muhammad Madyan, S.E., M.Si., M.Fin. (Foto: Unair For Cakrawarta)

SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Surabaya bukan sekadar kota. Ia adalah simpul peradaban, benteng pendidikan, dan tanah lahir pemimpin-pemimpin masa depan republik. Dan dari jantung kota ini, Universitas Airlangga (Unair) kembali menorehkan sejarah penting: tongkat estafet kepemimpinan kini berada di tangan Prof. Dr. Muhammad Madyan, S.E., M.Si., M.Fin.—seorang akademisi pendiam yang tajam, birokrat kampus yang tenang, namun menyimpan ambisi besar untuk membawa Unair menembus batas langit dunia.

Hari itu, Senin (5/5/2025), ruang sidang Majelis Wali Amanat dipenuhi ketegangan. Tiga nama calon rektor telah dikenal publik kampus: semua kuat, semua punya rekam jejak. Namun satu suara akhirnya mengerucut, memunculkan satu nama sebagai pelanjut perjuangan: Prof Madyan.

Dari 30 anggota MWA, hanya 27 yang hadir. Dalam dunia akademik, ketidakhadiran bukan tanpa makna. Tapi dalam pemungutan suara itu, 13 suara mengarah padanya—cukup untuk menegaskan, bahwa Unair bersiap melangkah ke era baru dengan nakhoda baru.

Siapa Prof Madyan?

Ia bukan tokoh flamboyan. Tak banyak bicara di publik, tapi justru di situlah kekuatannya. Lahir dan dibesarkan dalam semangat meritokrasi, Prof Madyan tumbuh sebagai sosok yang percaya bahwa kerja keras, akal sehat, dan kolaborasi adalah kunci keberhasilan institusi. Ia mewakili generasi akademisi yang percaya bahwa ilmu bukan hanya untuk karier, tapi untuk pengabdian.

Rekam jejaknya membentang dari fakultas ekonomi hingga kursi birokrasi strategis. Ia memahami bagaimana dana abadi kampus bekerja, bagaimana mengatur arsitektur anggaran riset, dan—yang terpenting—bagaimana membuat Unair tak hanya relevan, tapi juga berpengaruh di panggung internasional.

Namun tak semua soal peringkat.

Rektor petahana, Prof Nasih, yang akan mengakhiri masa baktinya pada 17 Juni 2025 mendatang, menegaskan bahwa kepemimpinan kampus bukan hanya soal skor QS atau Webometrics.

Rektor Unair saat ini, Prof. Dr. Mohammad Nasih, SE., M.T., Ak., (tengah) saat mengumumkan keterpilihan Prof Madyan sebagai Rektor Unair periode 2025-2030 di Kampus C Unair, Surabaya, Senin (5/5/2025). (foto: Unair for Cakrawarta) 

“Target peringkat itu penting, tapi jangan terjebak menjadi universitas ranking. Kita ini universitas kehidupan. Output kita harus mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan hanya memuaskan indikator asing,” katanya, lirih namun kuat.

Sebagai bagian dari tradisi transisi kepemimpinan di Unair, semua calon rektor sebelumnya menandatangani pakta integritas. Bukan basa-basi. Di dalamnya termuat komitmen menjaga etika, tidak saling menjegal, dan terus mendukung siapapun yang terpilih. Sebuah revolusi moral yang layak dicontoh oleh institusi pendidikan lain.

Kini, Unair di bawah Prof Madyan bersiap menghadapi era baru.

Panggung dunia menanti, tapi jalan ke sana tak pernah mulus. Di hadapannya terbentang tantangan: digitalisasi kampus, internasionalisasi riset, industrialisasi inovasi, hingga tantangan klasik tentang keadilan akses pendidikan. Tapi Unair bukan kampus biasa. Ia punya sejarah, ia punya ruh perjuangan.

Dan Prof Madyan—dengan ketenangan khasnya, dengan langkah pasti dan senyum tipisnya—akan menulis babak baru perjuangan dari Surabaya. Dari timur Pulau Jawa, untuk Indonesia, dan untuk dunia. (*)

(Tim Redaksi)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular