
JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Pemerintah terus menggelontorkan anggaran ratusan triliun untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini dikemas dengan label mulia: demi masa depan anak bangsa. Tapi di balik narasi gizi dan kemasan populis, ada realita pahit yang disorot Ketua Umum Relawan Kesehatan (REKAN) Indonesia, Agung Nugroho: rakyat masih bergulat dengan stunting, TBC, dan kematian ibu-anak yang terus mengintai.
“Ini bukan tentang makan gratis, ini soal nyawa,” kata Agung. Ia menyebut angka stunting nasional masih 30,8%, dan TBC—termasuk jenis kebal obat—masih menghantui jutaan warga miskin, terutama di pelosok yang tak terjangkau layanan medis.
Agung menyebut pemerintah terlalu silau pada program yang “terlihat”, namun lupa pada yang mendesak dan mematikan.
“Rp 171 triliun untuk MBG, tapi hanya Rp 3,4 triliun untuk pemeriksaan kesehatan. Ini bukan keadilan anggaran, ini pembiaran sistemik,” ujarnya, Selasa (6/5/2025).
Menurut REKAN Indonesia, prioritas anggaran perlu direvisi. Program MBG dinilai belum menyentuh akar masalah stunting, karena pencegahan paling efektif terjadi pada 1.000 hari pertama kehidupan, bukan di usia sekolah dasar.
Alih-alih terus menyedot triliunan rupiah untuk makan gratis yang efeknya masih diragukan, Agung mengusulkan sebagian dana dialihkan ke:
1. Layanan kesehatan ibu dan bayi yang terpadu
2. Deteksi dan pengobatan TBC/TB RO secara masif
3. Pendidikan gizi sejak pra-kehamilan
4. Penguatan puskesmas sebagai garda depan kesehatan publik
“Setiap hari ada bayi yang lahir dalam risiko gizi buruk. Ada ibu yang melahirkan tanpa bantuan medis. Ada pasien TBC yang tak terdiagnosis hingga terlambat. Di mana negara ketika itu semua terjadi?” tanya Agung retoris.
REKAN Indonesia pun mendesak pemerintah untuk keluar dari jebakan pencitraan populis dan kembali pada tugas pokok konstitusi: melindungi segenap bangsa. Sebab pembangunan tanpa kesehatan rakyat hanyalah kemewahan di atas pondasi rapuh.
(Tommy/Rafel)