Jakarta – Ketua Umum Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), Suwarjono menyampaikan bahwa kekerasan terhadap jurnalis masih kerap terjadi. Disampaikan pada kegiatan World Press Freedom Day 2015 di Taman Menteng Jakarta Pusat, Minggu (3/5) di kuartal pertama tahun ini saja AJI mencatat telah terjadi 12 kasus.
“Baru awal tahun saja sudah 12 kasus terjadi. Ini dikarenakan polisi tidak serius menangani kasus kekerasan terhadap jurnalis,” ungkap Suwarjono.
Kasus-kasus sejenis tersebut bisa saja terus terjadi jika polisi tidak pernah bertindak tegas. Mengingat pada tahun sebelumnya, ada 41 kasus kekerasan yang terjadi pada jurnalis. AJI berharap bahwa kekerasan akan berkurang, ternyata kenyataan berbicara lain.
Sebagai informasi saja, berikut 12 kasus kekerasan yang menimpa kalangan jurnalis sepanjang tahun 2015:
1. Kasus wartawan media cetak Manado, Marvil Rumerung. Ia dipukul seorang polwan pada 14 Januari 2015
2. Kasus wartawan Waspada, Muhammad Hannafiah di Kota Langsa, Aceh, 15 Januari 2015. Mendapat teror di rumahnya dari orang tak dikenal.
3. Kasus wartawan harian Suara Karya, Wisnu Bangun di Banten pada 15 Januari 2015. Ia mengalami percobaan penganiayaan di dalam gedung DPRD Banten oleh oknum anggota dewan.
4. Kasus wartawan tabloid Fokus, Beni Faisal di Lampung. Beni tewas ditembak orang tak dikenal pada 25 Januari 2015.
5. Kasus pelarangan liputan terhadap beberapa wartawan oleh Bupati Batang Yoyok Riyo Sudibyo pada 28 Januari 2015. Yoyok melarang wartawan meliput ribuan nelayan yang melakukan demo menentang aturan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
6. Kasus wartawan harian pagi Cahaya Papua, Risaldi di Manokwari pada 29 Januari 2015. Risaldi dianiaya massa saat melakukan salah seorang warga terkait aksi penutupan jalan raya.
7. Kasus kontributor Trans TV, Juanda di Bogor, 30 Januari 2015. Seorang dokter inisial VQ di RSUD Ciawi merampas kamera Juanda saat hendak meliput korban kecelakaan tabrakan beruntun.
8. Kasus wartawan media lokal Bekasi, Randy Yosetiawan Priogo pada 19 Februari 2015. Randy dikeroyok sejumlah orang tak dikenal.
9. Kasus kontributor Berita Satu TV, Ibeng di Ternate pada 23 Maret 2015. Ia menjadi korban kekerasan oknum polisi saat meliput reka ulang kasus pembunuhan di wilayah itu.
10. Kasus ancaman pada redaksi media lokal Ambon Info Baru pada 24 Maret 2015 oleh oknum polisi Ipda SU. Polisi itu mengancam salah satu wartawan, Saleh Tuhuteru karena pemberitaan di koran lokal itu.
11. Kasus pelarangan liputan terhadap sejumlah wartawan oleh panitia penyelenggara acara Bandung Conference and Beyond 2015 di Balai Senat UGM, Yogyakarta 8 April 2015. Wartawan dilarang mewawancarai Menlu Retno LP. Marsudi.
12. Kasus pelarangan peliputan terhadap wartawan majalah Selangkah, Papua, 30 April 2015. Wartawan majalah itu, Yohanes Kuayo ditangkap Satgas Polda Papua saat meliput Panglima Tentara Pembebasan Nasional-Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) Leonardus Magai Yogi dan dua temannya yang tertembak polisi dan dirawat di RSUD Nabire.
Menurut Suwarjono kasus-kasus di atas dapat terjadi karena pihak kepolisian bersikap pasif dalam penanganan. Oleh karenanya, ke depan AJI berharap polisi bisa tegas dan melakukan pengusutan secara tuntas pada tiap kasus kekerasan yang menimpa kalangan jurnalis.
(MSA/BTI).