Monday, April 29, 2024
HomeEkonomikaYLKI dan KRL Mania Tolak Rencana Penghapusan Tiket Harian di Jabodetabek

YLKI dan KRL Mania Tolak Rencana Penghapusan Tiket Harian di Jabodetabek

ilustrasi. (foto: istimewa)

 

JAKARTA – PT Commuter Line Indonesia (KCI) sebagai pengelola KRL di areal Jabodetabek berencana akan mewajibkan tiket KMT (Kartu Multi Trip) di 10 stasiun di Jabodetabek mulai Kamis (25/3/2021). Adapun 10 stasiun tersebut adalah Bojonggede, Citayam, Depok Baru, Depok, Kranji, Bekasi, Jakarta Kota, Tanang Abang, Angke dan Parung Panjang. Dampak dari kebijakan tersebut, maka sama artinya dengan peniadaan tiket harian di stasiun tersebut.

Menanggapi rencana tersebut, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai kebijakan tersebut jika dilihat dari perspektif hak-hak konsume tidak adil, karena memberatkan konsumen.

“Jika ada kebijakan mewajibkan KMT, maka konsumen dengan tiket harian harus mengeluarkan uang minimal Rp 30.000 untuk beli KMT. Sementara masih banyak pengguna lepas KRL, yang tidak membutuhkan KMT, karena hanya sekali-kali saja menggunkan KRL. Ini tidak adil,” ujar Tulus Abadi dalam keterangan tertulisnya kepada awak media, Senin (22/3/2021) siang.

Tulus menambahkan bahwa yang harus adaptif tidak hanya konsumen selaku pengguna, tetapi pihak operator pun harus adaptif dan solutif.

“Jadi jangan hanya melihat dari sisi kemudahan bagi operatortapi justru mengabaikan sisi konsumen sebagai pengguna. Karena di negara yang sistemnya sudah lebih baik pun, tiket harian yang bersifat eceran tetap ada seperti di Singapura yang bahkan bisa diisi ulang dan dana bisa di-refund,. Karenanya, rencana KCI harus ditolak” tegas Tulus.

Penolakan tidak hanya datang dari pihak YLKI.  Komunitas KRL Mania pun menolak kebijakan tersebut yang meminta manajemen KCI tetap memberlakukan tiket yang berlaku jangka pendek atau tiket harian. Menurut Nenden Resti selaku Humas KRL Mania, harus ada effort juga dari pihak operator untuk menyediakan uang kembalian sebagai antisipasi pengguna yang menarik sisa dana.

Masih menurut Nenden, ia menyebutkan bahwa harga kartu KMT sebesar Rp 30 ribu dengan harga jaminan THB 10 ribu. Nilai tersebut dinilai sangat mahal dibandingkan dengan harga kartu di Singapura yang hanya beberapa sen.

“Harganya mahal sekali. Padahal harga asli kartu KMT dan THB tidak semahal itu. Hal ini patut diduga KCI sengaja mendapatkan penghasilan dari jualan kartu, padahal core businessnya adalah menjual jasa transportasi. Tidak etis jika menangguk pendapatan dari dengan bisnis kartu,” tegas Resti.

Pada akhirnya, baik Tulus maupun Resti menegaskan bahwasanya penggunaan tiket harian harus tetap diberi akses, khususnya bagi pengguna KRL yang bukan pengguna rutin dengan pertimbangan soal daya beli konsumen, yang hanya mampu beli tiket harian.

(bm/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular