SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Musim pancaroba sudah tiba. Saat langit mendung di pagi hari tapi terik menyengat di siang bolong, banyak dari kita mulai mengeluh batuk-pilek, tenggorokan gatal, hingga gampang lelah. Bukan tanpa sebab, peralihan dari musim hujan ke musim kemarau memang dikenal sebagai “musim rawan sakit”.
Menurut Mahmud Aditya Rifqi, seorang ahli gizi, ia mengatakan bahwa perubahan suhu ekstrem dan udara penuh debu bisa menurunkan daya tahan tubuh secara drastis.
“Kondisi ini sangat berisiko memicu penyakit, terutama yang menyerang saluran pernapasan seperti ISPA,” jelasnya.
“Debu di udara membawa banyak agen penyakit. Apalagi saat suhu naik dan tubuh kurang cairan, tubuh jadi gampang drop,” tambah Mahmud.
Mahmud menegaskan pentingnya hidrasi yang cukup sebagai pertahanan pertama tubuh. Selain itu, menjaga higiene pribadi seperti rutin mencuci tangan pakai sabun, serta menggunakan masker saat bepergian, bisa jadi langkah preventif yang efektif.
“Kalau mau sehat, jangan malas gerak. Nggak harus olahraga berat, yang penting rutin. Bisa jalan kaki, stretching, atau bersepeda ringan,” ujarnya.
Gaya hidup sehat juga tak lengkap tanpa memperhatikan pola makan. Mahmud menyarankan untuk memperbanyak asupan antioksidan alami seperti vitamin C dan E yang bisa didapat dari buah-buahan dan sayuran segar. Asupan protein juga penting untuk membentuk antibodi tubuh.
“Porsi karbohidrat cukup, jangan berlebihan. Kurangi gorengan dan makanan berlemak tinggi. Ingat, tubuh sedang beradaptasi, jadi jangan bebani dengan pola makan sembarangan,” tegasnya.
Mahmud juga mengingatkan tentang bahaya penyakit akibat makanan (Food Borne Disease) jika pola makan tidak teratur, khususnya bagi mahasiswa yang sering begadang dan makan asal-asalan.
Tips Ringkas
- Minum air putih minimal 2 liter sehari, bawa botol sendiri biar nggak lupa.
- Cuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah aktivitas.
- Olahraga ringan minimal 3 kali seminggu.
- Hindari begadang dan pastikan tidur cukup.
- Perbanyak buah, sayur, dan makanan tinggi protein.
- Kurangi gorengan dan makanan tinggi lemak.
“Tubuh kita pintar, tapi kita harus bantu dia bertahan. Mulai dari hal-hal kecil yang rutin dilakukan. Kalau nggak kita yang jaga, siapa lagi?” tutup pria yang juga dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga itu.(*)
Editor: Abdel Rafi
