Saturday, March 22, 2025
spot_img
HomeSains TeknologiTerkait Serangan Ransomware, ID-SIRTI: SOP Mitigasi Tak Sesuai Standar Best Practices!

Terkait Serangan Ransomware, ID-SIRTI: SOP Mitigasi Tak Sesuai Standar Best Practices!

Ilustrasi. (foto: Tommy/cakrawarta)

Jakarta, – Wakil Ketua Tim Insiden Keamanan Internet dan Infrastruktur Indonesia (Indonesia Security Incident Response Team on Internet and Infrastructure) atau ID-SIRTI, Muhammad Salahuddien Manggalany menilai teknologi cloud atau penyimpanan data yang disediakan perusahaan nasional sama mumpuninya dengan milik perusahaan asing.

“Secara teknis, aspek teknologinya sama. Tidak ada perbedaan sama sekali,” kata Didien panggilan akrab Manggalany dalam keterangannya pada media yang diterima redaksi, Sabtu (29/6/2024).

Didien mengibaratkan penyedia layanan cloud sama seperti pemilik kos-kosan, yang menawarkan apakah penyewa kos-kosan cuma menyewa kamar saja, atau ada fitur-fitur tambahan seperti membersihkan kamar atau pakaiannya. Jika penyewa kamar kos mengambil layanan tambahan seperti mencuci pakaian, maka setelah dicuci, pakaiannya mau disimpan dimana diserahkan kepada penyewa.

Hal yang sama juga terjadi pada penyedia layanan cloud. Dalam layanan ini dikenal dua sistem yang ditawarkan penyedia layanan cloud, yakni managed operations atau managed services. Dalam hal managed operations, penyedia layanan cloud hanya menyediakan infrastruktur an sich, berbeda dengan pola managed services dimana penyedia layanan cloud mengelola secara rutin data termasuk back up data dari penyewa.

Didien melihat akar permasalahan terjadinya serangan ransomware karena pelaksanaan perawatan data termasuk back up data diserahkan ke tim PDNS dan masing-masing tenant dari Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah.

“Jadi kalau aneka fitur dan fasilitas back up tadi tidak diaktifkan atau tidak dikonfigurasi dengan benar, ya terjadilah insiden seperti sekarang ini. Karena kontrak ke vendor cloud dan jaringan hanya untuk sewa barang (infrastruktur, red.) saja, tidak termasuk pengelolaan operasionalnya. Alias semua pengelolaan dilakukan sendiri oleh tim PDNS dan tenant. Vendor hanya jadi engineer panggilan technical support saja,” kata Didien.

Akibatnya, lanjutnya, walaupun sudah menerapkan teknologi Cloud yang mumpuni, tetapi implementasinya tidak maksimal. Buktinya, tidak ada redundansi, atau kalaupun ada sepertinya tidak pernah diuji apakah kemampuan fail over, roll back dan recovery benar dapat terjadi ketika production system terganggu.

“Tidak ada SOP mitigasi yang valid sesuai standar best practices. Artinya, sebelum kejadian, selama ini, tidak ada back up yang memadai yang dilakukan oleh para tenant PDNS atau ada back up tetapi tidak berfungsi maksimal,” pungkasnya.

(Reza/rafel)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular