Friday, April 19, 2024
HomeSosial BudayaPPIT: Penanganan Insiden Tolikara Harus Fokus Pada Pelaku

PPIT: Penanganan Insiden Tolikara Harus Fokus Pada Pelaku

Ketua Presidium Perhimpunan Indonesia Timur (PPIT), Laode Ida. (Dok. Azis Senong/Antara)
Ketua Presidium Perhimpunan Indonesia Timur (PPIT), Laode Ida. (Dok. Azis Senong/Antara)

JAKARTA – Adanya Insiden Tolikara dimana terjadi penyerangan dan pembakaran Masjid Baitul Muttaqin dan sejumlah kios milik umat Muslim Karubaga pada Jumat (17/7) oleh massa jemaat Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) turut mendapatkan perhatian dari Ketua Presidium Perhimpunan Indonesia Timur (PPIT), Laode Ida. Menurut mantan Wakil Ketua DPD RI tersebut, apa yang terjadi pasca insiden justru kian mengaburkan substansi masalah yang ada.

“Mengamati perkembangan pemikiran, pernyataan sikap termasuk ‘ungakapan rasa kesal dan marah’ di media sosial akibat Insiden Tolikara, kami melihat ada kecenderungan kian dilebarkan horizon masalah yang keluar dari penyebab awal peristiwa kekerasan itu,” ujar Laode di Jakarta, Senin (20/7).

Bahkan menurut Laode, dari pihak berwajib sendiri sudah ada yang keluarkan pernyataan tentang adanya otak intelektual di Jakarta akibat amuk massa komunitas sekte gereja GIDI itu. Fenomena ini bukan mustahil akan kian buat runyam masalah, termasuk bisa memunculkan sentimen kolektif secara sporadis di Nusantara ini dengan target kelompok-kelompok yang berbeda iman.

“Untuk itu, agar tidak telanjur membias, pemerintah harus lebih fokus tangani dan selesaikan masalahnya pada aktor-aktor yang  terbukti terlibat langsung, yaitu dari pihak GIDI. Karna berbagai informasi sudah nyata-nyata pihak gereja sekte radikal itulah sebagai aktor pelakunya,” tegas Laode.

Menurut Laode, dengan mengamankan pimpinan dan sejumlah oknum dari GIDI yang terlibat, niscaya akan sedikit menciptakan sembuh dari luka mendalam warga Muslim yang menjadi korban langsungnya, sekaligus akan sedikit menimbulkan rasa puas dari pihak-pihak yang sungguh marah dan gemas dengan niat semula, barangkali, akan melakukan pembelaan serta tindak destruktif.

“Yang penting bagi pemerintah dan khususnya penegak hukum adalah sikap tegas dan cepat dalam menangani dan memprosesnya secara hukum. Tak boleh lamban atau ‘lelet’ seperti terjadi pada banyak kasus konflik sosial,” tambahnya.

Laode menambahkan, di saat bersamaan, gerakan antisipasi juga harus dilakukan di sejumlah daerah lainnya, baik di Tanah Cendrawasih  maupun di luar Papua oleh pimpinan empat lembaga negara secara koordinatif yakni menko polhukam, mendagri, menag dan KaBIN.

“Ke-4 lembaga tersebut harus hands on lakukan koordinasi di seluruh daerah. Para kepala daerah, aparat keamanan di daerah, dan tokoh-tokoh agama harus berada dalam bingkai koordinasi dan komunikasi yang intens sehingga bisa menciptakan komunikasi dalam suasana damai,” pungkasnya.

(bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular