Assalâmu’alaykum warahmatullāhi wabarakātuh. Sahabat akhi fillah. Ijinkan saya mengutip ucapan paman saya Buya Hamka yang lahir di Molek, Nagari Sungaibatang, Maninjau, Sumatera Barat. Pamanda Buya Hamka dikenal sebagai ulama yang konsisten dalam perkara penegakkan hukum Allah. Segala jabatan dunia pun rela ditinggalkanya semata-mata demi mempertahankan prinsip bahwa hanya Allah yang patut disembah. Bahkan dalam tafsir Al-Azhar Juz 6 beliau memberikan nasihat agar umat Islam tidak boleh takut bersuara untuk penegakkan syariat. Berikut kutipannya:
“Sebagai muslim, janganlah kita melalaikan menjalankan hukum Allah. Sebab, di awal surah Al Maa’idah sendiri yang mula-mula diberi peringatan kepada kita ialah supaya menyempurnakan segala ‘uqud. Maka, menjalankan hukum Allah adalah salah satu ‘uqud yg terpenting di antara kita dengan Allah.
Selama kita hidup, selama iman masih mengalir di seluruh pipa darah kita, tidaklah sekali-sekali boleh kita melepaskan cita-cita agar hukum Allah tegak di alam ini, walaupun di negeri mana kita tinggal. Moga-moga tercapai sekadar apa yang dapat kita capai. Karena Tuhan tidaklah memikulkan kepada kita suatu beban yg melebihi dari tenaga kita. Kalau hukum Allah, belum jalan, janganlah kita berputus asa. Dan kufur, zalim, fasiklah kita kalau kita percaya bahwa ada hukum lain yg lebih baik daripada hukum Allah.
Jika kita yang berjuang menegakkan cita Islam ditanya orang, ‘Adakah kamu, hai ummat Islam bercita-cita, berideologi, jika kamu memegang kekuasaan, akan menjalankan hukum Syariat Islam dalam negara yang kamu kuasai itu? Janganlah berbohong dan mengolok-olokan jawaban. Katakan terus terang bahwa cita-cita kami memang itu. Apa artinya iman kita kalau cita-cita yang telah digariskan Tuhan dalam Al Qur’an itu kita pungkiri?
Dan kalau ditanyakan orang pula, ‘Tidakkah dengan demikian kamu hendak memaksakan agar pemeluk agama lain yang golongan kecil (minoritas) dipaksa menuruti hukum Islam?’ Jawablah tegas, ‘Memang akan kami paksa mereka menuruti hukum Islam. Setengah dari hukum Islam terhadap golongan pemeluk agama yang minoritas itu ialah agar mereka menjalankan hukum Taurat, ahli injil diwajibkan menjalankan hukum injil. Kita boleh membuat Undang-Undang menurut teknik pembikinannya, memakai fasal-fasal dan ayat-ayat suci, tapi dasarnya wajiblah hukum Allah, bukan hukum buatan manusia atau diktator manusia (Thoghut)’
Katakan itu terus terang dan jangan takut! Dan insyaflah bahwa rasa takut orang menerima hukum Islam ialah karena propaganda terus menerus dari kaum penjajah selama beratus tahun. Sehingga, orang-orang yg mengaku beragama Islam sendiripun kemasukan rasa takut itu, karena dipompakan oleh penjajahan.”
Semoga dengan mengingat lagi wasiat almarhum BUYA, maka kita jadi tersadar bahwa diantara kita selama ini ada yang sudah lupa dengan cita-cita untuk menegakkan Syariat Islam. Islam adalah Rahmatan lil alamin. Wallahu ‘alam bish showab. Selamat sore menunggu datangnya Maghrib. Barakallāhu fiikum.
KH. MUHAMMAD E. IRMANSYAH
Ketua Umum Lajnah Tandfidziyah PSII