Saturday, May 11, 2024
HomeGagasanPilih Investor China Atau Arab?

Pilih Investor China Atau Arab?

 

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir ingin ‘lawan’ investasi China dengan Arab-Jepang. Judul berita CNN Indonesia tertanggal 26 Oktober 2022 tersebut membuat sepuluh jemari tangan saya gatal. Kesepuluhnya gatal semua. Gatal untuk menari-nari di atas keyboard laptop terkait pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan judul berita itu. Haruskah investor China? Mengapa tidak investor Arab? Atau Jepang? Atau Korea? Mengapa juga bukan investor dari Amerika atau Barat?  Bagaimana agar negeri ini menarik bagi investor asing? Pertanyaan-pertanyaan ini nampaknya wajar. Tetapi semuanya konyol. Atau dungu. Bahkan super konyol atau super dungu.  Mengapa saya berkata demikian?

Investasi dalam skala besar hanya mungkin dilakukan oleh dua jenis perusahaan yaitu investing company (IC) atau operating company (OC). Tentu saja yang skalanya besar. IC maupun OC disebut tumbuh pesat jika arus kas untuk investasinya jauh lebih besar dari pada laba. Atau tepatnya lebih besar dari pada kas dari operasi. Contoh perusahaan lokal yang tumbuh pesat adalah Alfamart. Perusahaan ini dalam laporan keuangan tahunannya biasa menampilkan kas untuk investasi berkali-kali lipat dari pada laba. Tahun 2017 misalnya 14 kali laba. Wajar jika perusahaan ini jumlah gerainya menyamai Indomaret yang lahir 11 tahun lebih awal. Bahkan telah berekspansi ke luar negeri seperti di Filipina. Sementara Indomaret belum.

OC dan IC berinvestasi dengan cara berbeda. OC berinvestasi dengan maksud pengembangan pasar, pengembangan kapasitas produksi, atau keduanya. Misalnya adalah yang disebut pada tulisan CNN itu. Aramco akan berinvestasi membangun kilang minyak di Cilacap. Membangun kilang minyak di Cilacap bagi Aramco artinya adalah pengembangan pasar sekaligus kapasitas produksi. Kilang minyak tentu akan butuh pasokan minyak mentah. Minyak mentahnya dipasok dari sumur-sumur mereka di Saudi. Kilang minyak tidak akan dibangun jika pasarnya tidak ada. Maka bagi Aramco sesungguhnya fungsi ekspansi pasar menjadi lebih stratejik dalam investasi di Cilacap tersebut.

IC berinvestasi dengan maksud mendapatkan dividen dan capital gain. Sebagai IC mereka akan masuk melalui penerbitan saham baru yang dilakukan oleh investee. Investee-nya tentu saja adalah OC yang melakukan korporatisasi. OC yang menerbitkan saham baru untuk ekspansi bisnisnya. Contohnya adalah masuknya Softbank pada Tokopedia. Softbank adalah IC asal Jepang. Tokopedia adalah OC asal Indonesia. Mana yang lebih menguntungkan dari dua skema masuknya investasi asing tersebut? Skema kedua yaitu masuknya IC asing pada OC Indonesia lebih menguntungkan. Skema ini pada dasarnya adalah korporatisasi untuk pertumbuhan OC lokal. Dengan skema kedua ini, OC lokal akan berinvestasi jauh lebih besar dari pada labanya. Laba 100 misalnya investasinya bisa 200, 500, 1000 bahkan lebih. Ini akan menyebabkan perusahaan lokal tumbuh pesat. Bahkan pertumbuhan pesat ini juga terjadi pada perusahaan-perusahaan start up lokal. Mereka terus-menerus berekspansi pasar dengan “bakar uang”. Uangnya berasal dari, dengan terus-menerus menerbitkan saham baru. Pembeli saham umumnya adalah IC asing.

Namun demikian, tidak ada investor yang tidak berharap imbal hasil. Masuknya investor berupa IC asing kepada OC lokal pun demikian. Itulah kenapa perusahaan-perusahaan start up lokal pun dikuasai investor asing. Investor baik OC maupun IC asing ujung-ujungnya memang menguasai ekonomi nasional, menguasai pasar nasional. Oleh karena itu adalah sebuah kekonyolan apabila kita bangga dan bekerja keras untuk masuknya investor asing. Dari negara manapun itu.

Lalu apakah kita harus sama sekali menolak masuknya investor asing? Tidak. Investasi itu persis seperti logika sepak bola. Pemenang bukanlah kesebelasan yang gawangnya tidak pernah dibobol lawan. Pemenang adalah kesebelasan yang membobol gawang lawan lebih banyak dari pada gawangnya dibobol lawan. Bangsa pemenang bukan bangsa yang sama sekali menolak investor asing. Bangsa pemenang adalah bangsa yang berinvestasi di luar negeri lebih banyak daripada menerima masuknya investasi bangsa asing ke negerinya. Dengan logika tersebut, adanya menteri atau pejabat selevel menteri yang bertugas khusus membantu masuknya investor asing tanpa dibarengi dengan pejabat serupa yang bertugas membantu IC dan OC kita berinvestasi di luar negeri adalah konyol. Dungu.

Pertanyaannya, bagaimana agar IC dan OC lokal mampu berinvestasi ke berbagai bangsa? Kita mesti memperkokoh enam pilar ekonomi yaitu korporatisasi perusahaan yang telah eksis di pasar; adanya masyarakat berbudaya investasi alias investing society; tumbuhnya banyak IC; para entrepreneur kreatif; adanya perusahaan venture capitalist; dan terakhir adanya konsultan manajemen.

Intinya adalah ekonomi berjamaah dengan cara modern melalui korporatisasi perusahaan-perusahaan nasional didukung oleh budaya investasi seluruh masyarakatnya. Dengan demikian ke depan OC kita akan mampu berinvestasai sampai mengakuisisi perusahaan-perusahaan sejenis di luar negeri. Dananya diperoleh dari penerbitan saham baru secara terus-menerus. Pembeli sahamnya adalah IC nasional yang juga melakukan korporatisasi. IC lokal bekerja keras mengedukasi seluruh lapisan masyarakat untuk berinvestasi.

Hambatan paling besar dalam membangun enam pilar di atas adalah mental raja utang. Kebijakan ekonomi terkait perbankan harus dikoreksi. Selama ini kita hanya mengenal bank komersial (commercial banking) yang kerjanya menarik uang dari masyarakat lalu menyalurkannya. Masyarakat yang kelebihan uang didorong mengutangkan uangnya. Masyarakat yang kekurangan uang didorong berhutang. Inilah kerja bank komersial. Kebijakan ekonomi kita harus dikoreksi untuk menumbuhkan bank investasi (investment banking). Bank yang kerjanya menarik uang dari masyarakat sebagai investasi dan menyalurkannya melalui pintu investasi.Di Amerika Serikat, investment banking tumbuh pesat. Sebagai gambaran, bank terbesar di USA adalah JP Morgan Chase yang merupakan investment banking. Asetnya USD 2.737 triliun (Rp 38.381 triliun). Dibawahnya masih ada Bank of America yang juga investment banking. Masih ada Wels Fargo yang investment banking juga. Setelah itu baru ada Citibank yang commercial banking dengan aset USD 1.958 miliar (Rp 27.457).

Bandingkan di negeri ini. Total aset seluruh bank di negeri ini adalah sekitar Rp 8 ribu triliun.  Semuanya adalah commercial banking. Bank perantara utang piutang. Khas mindset raja utang. Bunga bank pun selangit. Ini yang harus diubah agar kita menjadi bangsa investor. Berinvestasi dan menguasai pasar berbagai bangsa di dunia.

Kembali ke pertanyaan di atas, pilih mana, investor China, Amerika atau Arab? Sejak dulu Amerika Serikat sudah rajin berinvestasi di sini. Jepang pun demikian. China belakangan ini agak mengimbangi Arab Saudi. Arab masih malu-malu. Tetapi secara keseluruhan mereka sudah terlalu banyak “membobol gawang” kita. Jadi, tanpa ditarik oleh menteri atau presiden pun mereka sudah sangat rajin berinvestasi.  Mereka telah menguasai pasar negeri ini. Menguasai ekonomi negeri ini. Pilih investor China, Amerika, Jepang atau Arab? Tidak. Pilih investor Indonesia.

Yang harus kita lakukan adalah sebaliknya. Membantu perusahaan-perusahaan nasional, baik IC maupun OC, untuk berinvestasi dan menguasai pasar berbagai negara luar. Menteri BUMN Erick Thohir, menteri luar negeri, kepala BKPM, presiden dan wakil presiden harus bekerja keras untuk ini. Bukan sebaliknya. Kita semua juga harus berkontribusi. Pastikan kita sudah berkontribusi untuk membangun enam pilar kekuatan ekonomi bangsa ini. Merdeka!

 

IMAN SUPRIYONO

CEO SNF Consulting

RELATED ARTICLES

6 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular