Surabaya, – Sejak diputuskan di era Jokowi, ternyata kebijakan kenaikan PPN sebesar 12% akan tetap resmi berlaku per 1 Januari 2025. Hal tersebut ditegaskan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Perlu diketahui, ia juga adalah Menteri Keuangan di era Jokowi yang memutuskan kenaikan PPN 12% tersebut.
Terang saja, ngototnya pemerintahan baru di era kepemimpinan Prabowo Subianto ini menimbulkan pro dan kontra. Respon kontra lebih mendominasi mengingat saat ini tengah terjadi penurunan kelas menengah di Indonesia dan diikuti rendahnya daya beli masyarakat. di kalangan ahli maupun masyarakat. Apalagi jika melihat terjadinya penurunan kelas menengah dan daya beli di masyarakat indonesia.
Ekonom senior, Rossanto Dwi Handoyo mengatakan bahwa apabila dilihat dari segi pertumbuhan ekonomi, kondisi ekonomi nasional masih tergolong berada dalam kondisi yang baik apalagi pada sisi neraca perdagangan yang masih surplus.
“Kondisi neraca perdagangan surplus artinya ekspor Indonesia lebih banyak daripada jumlah impornya. Karena itu, jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di negara-negara lain, Indonesia sudah termasuk sangat bagus. Sebagai contoh saja, Cina sekarang di bawah 5% loh,” ujar Rossanto dalam keterangannya, pada Senin (18/11/2024).
Pada dasarnya, lanjut Rossanto, PPN adalah pajak yang pemerintah berikan kepada produsen yang mengolah barang mentah menjadi produk. Karena itu, secara general, kenaikan PPN ini akan menurunkan konsumsi masyarakat, namun tetap bisa meningkatkan APBN.
“Pasti ada kenaikan harga, tapi kenaikannya itu masih manageable,” imbuhnya.
Karena itu, jika PPN tetap harus naik sebear 12%, ia berharap pada sisi kenaikan APBN bisa menjadi stimulus ekonomi dari sisi kenaikan government spending.
“Misalnya bangun jalan, bandara, pelabuhan itu bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tapi, konsumsi masyarakat yang menurun karena kenaikan pajak itu juga harus diperhatikan loh,” pintanya.
Oleh karena itu, menurut Rossanto kuncinya ada pada bagaimana pemerintah melakukan efektivitas dalam mengelola APBN.
“Tolong kalau pemerintah membelanjakan APBN ini harus efektif. Itu untuk kepentingan masyarakat. Jangan sampai buat infrastruktur, tapi terbengkalai. Pastikan itu bermanfaat untuk masyarakat di sana,” pungkas Rossanto.
(pkip/rafel)