Thursday, February 13, 2025
spot_img
HomeGagasanPenerapan PPN 12%: Sudut Pandang Berbeda

Penerapan PPN 12%: Sudut Pandang Berbeda

Beberapa hari terakhir ini, banyak kita baca di media sosial berita tentang kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 %.

Indonesia, sebagai negara hukum sesuai pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945, maka segala hal wajib diatur secara hukum tentu termasuk di dalamnya tentang perpajakan.

Besaran nilai pajak telah diatur dalam Undang-Undang (UU). UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang telah disahkan penerapannya oleh pemerintah pada 1 April 2022. Disahkannya perundangan oleh pemerintah ini pertanda secara hukum aturan tersebut telah memiliki dasar hukum dan dapat diberlakukan sebagai aturan yang mengikat di negara kesatuan Republik Indonesia. Implikasi dari hal ini adalah siapapun yang berada di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia harus mematuhi aturan yang ada.

Pengesahan sebuah produk perundangan tentu bukan begitu saja dilakukan tanpa dilakukan pengkajian dan pembahasan. UU ini merupakan inisiatif pemerintah yang kemudian diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dilakukan pembahasan.

Secara konstitusi DPR merupakan penjelmaan kehendak seluruh rakyat yang telah mempercayakan suaranya pada para anggota DPR yang telah terpilih melalui pemilihan umum sesuai prinsip demokrasi permusyawaratan dan perwakilan. Atas dasar itu, maka DPR yang telah diberi mandat oleh rakyat melakukan pembahasan di DPR, dari 9 Fraksi yang ada 8 fraksi menyatakan menerima (PDIP, Gerindra, Golkar, PKB, PAN, Nasdem Demokrat, PPP) rancangan UU tersebut dan hanya PKS yang menolak. Sesuai aturan pengambilan putusan di DPR, maka RUU tersebut dapat disetujui karena mayoritas kursi di DPR telah menyetujui.

Pemerintah sendiri telah cukup bijaksana dengan menerapkan aturan ini secara bertahap sehingga masyarakat dapat beradaptasi dan lebih menerima aturan yang diharapkan dapat memberikan pemasukan yang nantinya digunakan untuk melakukan pembangunan dan pelayanan pada masyarakat.

Bagaimana jika ternyata ada sebagian Masyarakat yang tidak setuju dengan UU tersebut dengan berbagai alasan ? Maka konstitusi telah memberikan beberapa alternatif atau jalan keluarnya antara lain dengan menggugat melalui Mahkamah Konstitusi (MK). MK dapat memutuskan membatalkan UU jika secara konstitusional melanggar UUD.

Alternatif yang lain dalam menyampaikan pendapat adalah melakukan pendekatan pada mayoritas partai politik yang memiliki kursi di DPR untuk melakukan perubahan terhadap aturan tersebut dengan mengganti aturan yang dianggap bermasalah dengan aturan baru yang lebih dapat diterima masyarakat. Tentu jika mayoritas kursi parlemen telah sepakat dapat melakukan perubahan pada aturan yang dianggap tidak baik tersebut. Jalan lain dapat dilakukan dengan pendekatan pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu). Perpu dapat menggantikan UU sementara hingga DPR bersidang untuk memutuskan apakah Perpu tersebut dapat diberlakukan sebagai UU atau mencabut Perpu dan dinyatakan tidak berlaku.

Kemungkinan selanjutnya adalah, melakukan demonstrasi menentang UU tersebut tentu dengan memandang kaidah demonstrasi sesuai pasal 28 UUD NRI 1945 jo UU nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di muka Umum. Tentu kita sebagai warganegara yang baik harus mengedepankan kepentingan umum / masyarakat yang lebih besar dalam menuntut sesuatu. Tidak bijaksana jika memaksakan kehendak yang ternyata tidak mencerminkan pendapat masyarakat lain yang lebih banyak. Menyampaikan pendapat di depan umum pun mesti tidak mengganggu pihak lain seperti yang telah diatur dalam UU nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di muka Umum.

Saluran lain dalam menyampaikan pendapat adalah memilih wakil-wakil yang serius dapat mewakili masyarakat dengan amanah dan sesuai kehendak rakyat dalam pemilihan umum. Pada dasarnya muara dari segala aturan adalah kehendak rakyat yang telah disampaikan melalui bilik suara dalam pemilihan umum. Pilihan yang telah dilakukan tiap 5 tahun sekali tersebut secara konstitusional adalah legitimasi masyarakat untuk mempercayakan suaranya pada wakil yang dipilih selama 5 tahun mendatang. Jika kita telah menjatuhkan pilihan artinya percaya pada pilihan kita dan akan dievaluasi dalam pemilihan umum selanjutnya.

Memahami hukum dengan bijaksana dan menghormati putusan konstitusi merupakan keniscayaan dalam upaya menjadikan hukum lebih tertib, adil, dan mampu mensejahterakan rakyat. Semoga.

 

YUDHA ANSYARI WIRANAGARA

Direktur Kantor Hukum dan Bantuan Hukum Bersama Mitra Keadilan

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular