Saturday, June 14, 2025
spot_img
HomeSains TeknologiKesehatanPakar: Jangan Biarkan Bau Hewan Qurban Jadi Warisan Setelah Hari Raya

Pakar: Jangan Biarkan Bau Hewan Qurban Jadi Warisan Setelah Hari Raya

Ilustrasi. (gambar: Cakrawarta)

SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Hari ini, Jumat (6/6/2025) umat Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia, tengah merayakan Hari Raya Idul Adha atau lebih dikenal dengan Hari Raya Kurban.

Namun Idul Adha bukan hanya tentang menyembelih hewan kurban dan berbagi daging kepada sesama. Di balik euforia dan semangat keikhlasan itu, tersimpan pekerjaan rumah yang tak kalah penting: menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan.

Pakar Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga, Prof. Dr. Ririh Yudhastuti, drh., MSc., mengingatkan agar masyarakat tidak hanya fokus pada prosesi penyembelihan, namun juga memperhatikan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Salah kelola, limbah kurban justru bisa menyisakan bau tak sedap, pencemaran, bahkan potensi penyakit yang membahayakan warga sekitar.

“Banyak yang lupa, pencemaran bisa terjadi sejak hewan masih hidup di tempat penampungan. Kotoran dan sisa pakan yang menumpuk bisa jadi sumber penyakit. Belum lagi saat penyembelihan jika limbah organik tidak dikelola dengan baik,” jelas Ririh dalam keterangannya beberapa waktu lalu.

Dari Kandang hingga Pisau Sembelih: Semua Punya Risiko

Ia mengingatkan, lokasi penampungan hewan, baik di pasar maupun lapangan terbuka, harus dibersihkan secara berkala. Sisa pakan dan kotoran hewan harus segera dibuang agar tidak mengundang lalat, menyebarkan parasit, atau menimbulkan gangguan pernapasan.

Tak kalah penting, hewan kurban sebaiknya diberi waktu istirahat minimal dua hari sebelum disembelih. Tujuannya bukan hanya menghindari stres pada hewan, tapi juga demi kualitas daging yang lebih baik.

Kelola Limbah dengan Bijak, Jangan Sekadar Dikubur Sembarangan

Pada hari penyembelihan, limbah seperti darah, usus, dan bagian tubuh yang tak dikonsumsi harus dikelola secara higienis. Ririh menyarankan agar panitia membuat lubang khusus untuk menimbun limbah, ditaburi kapur untuk meredam bau dan mencegah penyebaran penyakit.

“Kalau hanya dibuang begitu saja, bisa mencemari air tanah, mengundang tikus dan lalat, bahkan berujung wabah penyakit saluran cerna seperti diare atau tifus,” tegasnya.

Usai penyembelihan, lokasi sebaiknya disemprot antiseptik untuk memutus potensi infeksi. “Kita tidak sedang bicara soal estetika, tapi soal kesehatan masyarakat,” tambahnya.

Jagalah Kebersihan Diri, Jangan Bawa Pulang Kuman

Kebersihan personal para panitia dan jagal tak boleh luput dari perhatian. Mereka harus segera mandi dan mencuci tangan dengan sabun setelah proses penyembelihan. Kulit hewan yang tidak segera diolah juga sebaiknya disemprot antiseptik agar tidak menjadi tempat berkembangbiaknya lalat.

Untuk bagian tubuh seperti tulang atau buntut yang tak dimakan, sebaiknya dikubur atau disalurkan ke TPS resmi. Ririh mengingatkan agar pembakaran limbah tidak dilakukan karena bisa menimbulkan polusi udara yang berbahaya.

Momentum Kurban, Momentum Kesadaran Kolektif

Ririh menutup penjelasannya dengan ajakan reflektif. Bahwa ibadah kurban bukan hanya tentang pengorbanan spiritual, tetapi juga pengorbanan ego untuk belajar peduli terhadap lingkungan.

“Jangan biarkan bau hewan kurban menjadi warisan setelah hari raya. Mari jadikan kurban sebagai simbol tanggung jawab sosial dan ekologis kita bersama,” pungkasnya.(*)

Editor: Abdel Rafi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular