
JAMBI, CAKRAWARTA.com – Erwin Taufan kerap membayangkan jalan hidupnya bila orangtuanya tidak mengikuti program transmigrasi. “Bisa-bisa saya menganggur,” katanya mengenang. Keputusan orangtuanya meninggalkan Sragen, Jawa Tengah, pada 1985 untuk menetap di Kawasan Kuamang Kuning, Desa Karya Harapan Mukti, Kecamatan Pelepat Ilir, Kabupaten Bungo, Jambi, menjadi titik balik kehidupan keluarga itu.
“Saya bangga menjadi transmigran,” ujarnya, Minggu (7/12/2025).
Sebagai generasi kedua transmigran, Erwin kini mengelola delapan hektare kebun sawit. Dari setiap dua hektare lahannya, ia memperoleh sekitar Rp15 juta per bulan. Pendapatan itu membuat keluarganya hidup jauh lebih sejahtera. Rumah papan masa kecil digantikan bangunan tembok bercat cerah dengan halaman luas, gambaran umum yang kini terlihat di banyak rumah warga Karya Harapan Mukti.
Di sejumlah halaman rumah warga bahkan terparkir mobil pribadi dan truk pengangkut sawit. Antena parabola menjulang di atap rumah, menjadi bukti visual perubahan ekonomi yang dicapai warga setempat dalam empat dekade terakhir.
Saat berjumpa dengan para transmigran di perkebunan sawit kawasan itu, Wakil Menteri Transmigrasi Viva Yoga Mauladi menyampaikan apresiasinya. Ia datang khusus untuk melihat langsung bagaimana program transmigrasi menghasilkan masyarakat mandiri dan produktif.
“Mereka yang tiba pada 1985 berjuang dari nol mulai dari membuka hutan, mengolah tanah, dan bersabar bertahun-tahun hingga akhirnya berdiri perkebunan sawit yang produktif,“ kata Viva Yoga.
Pada fase awal, para transmigran bekerja sama dengan perusahaan swasta melalui skema inti-plasma. Setelah kemitraan berakhir, mereka mengelola kebun secara mandiri. “Tanah dan pohon sawit itu sudah sepenuhnya menjadi milik mereka,” ujarnya.
Keberhasilan Kuamang Kuning, menurut Viva Yoga, adalah contoh paradigma baru transmigrasi yang tidak lagi sekadar memindahkan penduduk, tetapi bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan baru. “Jika transmigran sejahtera, maka program ini berjalan sesuai harapan,” katanya. Kuamang Kuning pun kini tumbuh sebagai salah satu pusat ekonomi di Kabupaten Bungo.
Di Desa Karya Harapan Mukti terdapat sekitar 1.000 keluarga, sebagian besar merupakan petani sawit. Viva Yoga menjelaskan bahwa komoditas unggulan transmigrasi selalu menyesuaikan potensi daerah. “Di Bungo sawit, di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat yang unggul cokelat, sementara di Gorontalo kelapa,” terang mantan anggota Komisi IV DPR itu.
Ia menekankan bahwa hilirisasi harus menjadi arah baru transmigrasi. “Pengembangan komoditas tidak boleh berhenti pada level UMKM. Kita perlu membangun industrialisasi di kawasan transmigrasi,” ujarnya.
Contohnya, kawasan Melolo di Kabupaten Sumba Timur, NTT, yang kini menjadi pusat industri gula melalui Pabrik Gula Sumba Manis, ditopang ribuan hektare kebun tebu yang dikelola transmigran.
Namun Viva Yoga melihat tantangan baru yang harus diantisipasi. Sebagian besar pohon sawit di Kuamang Kuning sudah memasuki usia tua. Untuk itu, Kementerian Transmigrasi akan bersinergi dengan Kementerian Pertanian dan Pemerintah Kabupaten Bungo untuk melakukan replanting atau peremajaan sawit di kawasan seluas 10.000 hektare.
“Replanting penting agar usaha sawit transmigran tetap berkelanjutan. Program ini akan menjadi prioritas kami pada tahun anggaran 2026,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa seluruh program Kementerian Transmigrasi merupakan turunan dari Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, khususnya agenda “Membangun dari Desa dan dari Bawah” sebagai strategi pemerataan ekonomi serta pengentasan kemiskinan.(*)
Kontributor: Ardi Winangun
Editor: Abdel Rafi



