Thursday, March 28, 2024
HomeEkonomikaMedia Cetak Antri Berhenti Terbit, Pakar: Wajar, Konsekuensi Perubahan Zaman!

Media Cetak Antri Berhenti Terbit, Pakar: Wajar, Konsekuensi Perubahan Zaman!

Koran cetak The New York Times berhenti terbit sejak 2015. Harian Republika di Indonesia akan mengikuti jejaknya per 1 Januari 2024. menurut pakar komunikasi media Suko Widodo hal itu wajar sebagai konsekuensi perubahan zaman. (foto: istimewa)

SURABAYA – Belum lama ini, penerbit Kompas Gramedia (KG) mengumumkan berhentinya penerbitan empat produk media cetaknya. Keempat produk tersebut ialah Majalah Bobo Junior, Majalah Mombi, Majalah Mombi SD, dan Tabloid Nova. Diikuti Harian Republika cetak akan mengakhiri peredarannya pada 31 Desember 2022 mendatang.

Pakar komunikasi Suko Widodo menilai fenomena berhentinya produksi media cetak merupakan hal yang wajar, utamanya di zaman serba digital seperti sekarang ini.

“Lumrah. Perubahan media. Penutupan majalah itu adalah konsekuensi dari perubahan zaman, perubahan akibat teknologi informasi. Jika di mana silam itu sifatnya manual, sekarang sudah menjadi digital,” ujar Suko Widodo dalam keterangannya pada media ini, Rabu (28/12/2022).

Suko menjelaskan bahwa saat ini media massa memasuki generasi ketiga yang ditandai dengan menurunnya penggunaan kertas di industri media massa. Generasi pertama, lanjutnya, terjadi pada abad 17-18 dengan munculnya media cetak berupa koran. Sedangkan, generasi kedua terjadi dua abad setelahnya di mana mulai muncul media broadcast berupa radio dan televisi.

“Sekarang itu pada level internet. Generasi ketiga ini cenderung online. Ketika generasi ketiga online ini maka terjadi paperless,” terangnya. Hal ini, disebutnya, menyebabkan tidak adanya konektivitas antara kultur industri media cetak dengan masyarakat informasi di zaman ini.

Digitalisasi sekarang ini membuat banyak orang malas membaca buku atau koran sebab mereka bisa memperoleh informasi dengan bobot yang sama hanya dengan bantuan gadget. Selain itu, produk media cetak juga dianggap memakan tempat sehingga dicap tidak praktis oleh masyarakat.

Guna menghadapi selera konsumsi masyarakat yang terus berubah, Suko menyarankan agar industri media cetak mampu bermetamorfosa dalam menyajikan produk jurnalistiknya.

“Kalau mau penerbitan itu eksis, maka mau tidak mau ia juga harus bermetamorfosa ke dalam bentuk online. Jadi, munculkan konten kreator dan desain-desain digital. Dimetamorf sehingga jadi virtual,” jelasnya.

Pola adaptasi ini, terang Suko, telah dipraktikkan oleh The New York Times sejak tahun 2015.

“Sejak 2015, The New York Times sudah menempatkan digital sebagai yang utama sekarang. Kalau sudah online, digital kan, nggak perlu pakai cetak. Nggak apa-apa,” ungkap Suko.

Terakhir, dosen komunikasi Unair itu menyarankan agar industri media mampu melakukan perubahan pengelolaan konten dengan semakin mempercepat proses pengunggahan konten.

“Kalau dulu majalah mungkin butuh seminggu harus cetak, kalau koran butuh 24 jam baru cetak, maka sekarang ini lebih cepat dibanding koran agar tidak tertinggal dengan media lain,” tandasnya mengakhiri keterangan.

(bus/pkip/bti)

RELATED ARTICLES

11 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular