
JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh menyatakan penolakan keras terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengupahan yang tengah disiapkan pemerintah sebagai dasar penetapan upah minimum tahun 2026. RPP tersebut menetapkan formula kenaikan upah dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang dikalikan alpha. Dengan nilai alpha 0,3 sebagaimana rancangan pemerintah, kenaikan upah minimum hanya berkisar 4,3%.
Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menyebut angka 4,3% itu “tidak manusiawi” dan “secara sadar memiskinkan buruh dalam jangka panjang”. Dengan rata-rata upah minimum nasional sekitar Rp 3,09 juta, kenaikan 4,3% berarti tambahan sekitar Rp120 ribu per bulan.
“Kenaikan satu bulan bahkan tidak setara harga satu kebab di Jenewa. Keterlaluan,” ujar Iqbal dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (3/12/2025) malam.
Selain menilai angka kenaikan upah tidak layak, serikat pekerja juga menyoroti proses penyusunan RPP yang dinilai tidak melibatkan buruh. Iqbal menegaskan KSPI tidak pernah diajak berunding secara serius.
“Pemerintah sudah punya sikap, menampung pikiran Apindo, lalu menyosialisasikannya. Itu bukan perundingan,” katanya.
KSPI, Partai Buruh dan 72 organisasi serikat pekerja dalam koalisi buruh nasional menolak RPP tersebut dijadikan dasar penetapan upah minimum 2026. Mereka menilai pemerintah mengulang kembali konsep lama dalam PP 51 yang menggunakan survei “konsumsi rata-rata buruh”, sehingga sentra-sentra industri seperti Bekasi, Karawang, Tangerang Raya, Cilegon, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Batam, Medan, dan Semarang berpotensi tidak mengalami kenaikan upah sama sekali.
Formula Alpha Dinilai Tidak Masuk Akal
Penolakan buruh berpusat pada penggunaan alpha dalam rentang 0,3–0,8. Dengan alpha 0,3, buruh menilai pemerintah mengunci upah murah untuk 10–20 tahun ke depan. “Pemerintah mau pertumbuhan ekonomi, tapi daya beli pekerja dibiarkan anjlok. Ini kebijakan yang tidak logis,” kata Iqbal.
Karena itulah, KSPI menawarkan empat alternatif kebijakan upah minimum 2026:
1. kenaikan tunggal 6,5%
2. kisaran kenaikan 6–7%
3. kisaran kenaikan 6,5–6,8% jika pemerintah ingin mempertahankan konsistensi kebijakan sebelumnya
4. atau tetap memakai formula alpha, tetapi dalam rentang 0,7–0,9
Iqbal membantah narasi yang kerap dikemukakan pemerintah dan pengusaha bahwa kenaikan upah memicu PHK. Data PHK 2024–2025, kata dia, memperlihatkan penyebab utama justru melemahnya daya beli akibat stagnasi upah serta pembanjiran impor tekstil pasca-Permendag 8/2024.
“Ketika upah layak, konsumsi naik, produksi naik, dan pabrik merekrut tenaga kerja baru. Jadi narasi PHK karena upah naik itu bohong,” tegasnya.
Koalisi buruh menyatakan siap menggelar aksi besar apabila pemerintah tetap menetapkan kenaikan upah 4,3% pada 8 Desember 2025. Aksi akan dimulai sehari sebelumnya, 7 Desember, dan berlangsung serentak di seluruh Indonesia.
“Kalau pemerintah memaksakan kebijakan ini, mogok nasional lima juta buruh bisa terjadi,” kata Iqbal.
Aksi, sambungnya, akan dilakukan damai dan tertib namun masif, sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan pengupahan yang dinilai tidak adil bagi pekerja Indonesia.(*)
Editor: Tommy dan Abdel Rafi



