Sunday, May 18, 2025
spot_img
HomeSosial BudayaLongkangan di Trenggalek: Harmoni Nelayan, Alam, dan Cinta TNI-Polri pada Budaya Leluhur

Longkangan di Trenggalek: Harmoni Nelayan, Alam, dan Cinta TNI-Polri pada Budaya Leluhur

Para nelayan melarungkan sesaji dalam tradisi Longkangan yang berlangsung di Pantai Ngadipuro, Desa Craken, Kecamatan Munjungan, Kabupaten Trenggalek, Jumat (16/5/2925) sore. (foto: arwang)

TRENGGALEK, CAKRAWARTA.com – Angin laut berembus pelan sore itu di Pantai Ngadipuro. Ombak bergulung tenang seolah menyambut doa-doa yang dihantar dari daratan. Di bawah langit cerah, ratusan nelayan Desa Craken, Kecamatan Munjungan, berdiri bersama dalam satu ikatan: syukur kepada Sang Pencipta atas berkah laut yang tak henti menghidupi mereka.

Itulah tradisi Longkangan, warisan budaya yang hidup bukan sekadar dalam upacara, tapi dalam nadi kehidupan warga pesisir selatan Trenggalek. Jumat (16/5/2025) sore, tradisi itu kembali digelar, bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan sebuah pengingat akan hubungan suci antara manusia dan alam.

Warga melarungkan sesaji ke laut—bukan sebagai ritual kosong, tetapi sebagai persembahan kasih dan penghormatan pada laut yang menjadi sumber kehidupan. Di balik prosesi itu, tersirat doa-doa para nelayan agar laut tetap bersahabat, agar hasil tangkapan terus melimpah, dan agar anak-anak mereka bisa tumbuh di bumi yang damai.

Namun tahun ini, ada yang berbeda. Di tengah keramaian itu, hadir sosok-sosok berseragam hijau dan coklat yang tak hanya datang menjaga keamanan, tapi juga menyatu dalam sukacita dan haru: personel TNI-Polri dari Koramil 0806-12/Munjungan dan Polsek Munjungan.

“Kami tidak hanya datang untuk mengamankan acara,” ujar Serka Suwarno, Bati Komsos Koramil Munjungan, dengan mata yang berbinar. “Kami datang sebagai bagian dari masyarakat. Kami ingin menjadi saksi hidup bahwa budaya ini adalah jiwa, bukan sekadar pertunjukan.”

Anak-anak dari SDN 2 Craken membuka acara dengan drumband sederhana namun penuh semangat, disusul tarian Jaranan dari grup Krido Budhoyo yang menebarkan aura magis, membawa para penonton dalam lorong waktu menuju masa ketika leluhur memulai tradisi ini.

Masyarakat menyambut kehadiran TNI-Polri bukan hanya sebagai aparat, tetapi sebagai keluarga. Ada pelukan hangat, tawa yang pecah di antara obrolan ringan, dan mata yang berkaca-kaca ketika sesaji dilepas ke laut. Di tengah hiruk-pikuk zaman digital, Longkangan menjadi pengingat bahwa akar budaya adalah pelita yang tak boleh padam.

“Kami percaya, dengan kolaborasi semua pihak, tradisi ini akan terus hidup, bukan hanya untuk kami, tapi untuk anak-anak kami nanti,” ucap seorang tokoh desa dengan suara bergetar.

Longkangan bukan sekadar ritual. Ia adalah jantung yang berdetak di tubuh masyarakat pesisir. Ia adalah cinta pada alam, leluhur, dan satu sama lain. Dan ketika TNI-Polri hadir bukan sebagai tamu, melainkan sebagai penjaga warisan budaya, harapan untuk masa depan yang penuh kedamaian dan kearifan terasa begitu nyata.

(Arwang/Rafel)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular