JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Kekacauan pelayanan Haji 2025 yang menimpa ribuan jamaah Indonesia bukan sepenuhnya akibat kebijakan Kerajaan Arab Saudi. Hal ini ditegaskan oleh Wakil Ketua PWNU DKI Jakarta sekaligus praktisi haji, Husny Mubarok Amir, yang menyebut bahwa akar masalah justru terletak pada lemahnya mitigasi dan perencanaan dari pihak Indonesia sendiri.
“Jangan buru-buru menyalahkan Saudi. Sistem pelayanan berbasis syarikah bukan hal baru. Tapi tahun ini, kompleksitasnya meningkat dan kita tidak siap menghadapinya,” tegas Husny dalam keterangan tertulisnya, Minggu (18/5/2025).
Husny mengungkap bahwa salah satu titik lemah krusial adalah tidak adanya penyesuaian kloter dengan sistem baru pelayanan oleh beberapa syarikah. Akibatnya, banyak jamaah yang terpisah dengan pasangan, pendamping lansia yang berbeda hotel, bahkan satu kloter bisa tersebar ke 15 hotel berbeda—seperti yang terjadi pada kloter 12 SUB 12 Surabaya.
“Ini jelas bukan kesalahan Saudi. Ini kesalahan manajemen kita sendiri. Apa gunanya simulasi, koordinasi, dan BP Haji jika fakta di lapangan seburuk ini?” kritiknya.
Ia juga menyoroti persoalan teknis lain: koper jamaah yang tercecer, perpindahan hotel yang tanpa koordinasi matang, hingga kekacauan transportasi antar kota suci. Bahkan penundaan keberangkatan terjadi di sejumlah daerah seperti NTB dan Lampung Tengah.

Lebih jauh, Husny menilai narasi publik yang menyudutkan Saudi sebagai bentuk pembelaan diri yang tidak elegan. “Narasi semacam ini hanya akan merusak diplomasi dan menyesatkan publik. Seolah-olah Saudi baru sekarang memberlakukan sistem ini, padahal sejak dulu sudah berjalan,” tegasnya.
Menurutnya, pelayanan haji reguler Indonesia sebelumnya hanya menggunakan satu syarikah, yakni Masyariq. Kini, dengan lebih dari satu syarikah, kompleksitas meningkat, dan itu semestinya sudah diantisipasi sejak dini oleh Ditjen PHU dan BP Haji.
Husny juga menyinggung soal krisis visa haji Furoda atau Mujamalah yang dialami penyelenggara swasta (PIHK). “Kelangkaan visa ini bukan hal biasa. Saya menduga ini akibat diplomasi yang kurang maksimal. Pemerintah dan swasta sama-sama terseok tahun ini,” katanya.
Ia menutup dengan peringatan agar semua pihak berhenti mencari kambing hitam dan mulai berbenah secara serius.
“Kalau tidak siap mengelola kompleksitas, jangan menyalahkan sistem. Kacau bukan karena Saudi, tapi karena kita gagal membaca medan dan merespons cepat. Ini tanggung jawab kita semua, terutama Kemenag,” pungkasnya. (*)
Editor: Abdel Rafi