Tuesday, September 17, 2024
spot_img
HomePolitikaLarangan Penjualan Rokok Eceran Timbulkan Polemik, Pakar: Pentingnya Evidence Based Policy!

Larangan Penjualan Rokok Eceran Timbulkan Polemik, Pakar: Pentingnya Evidence Based Policy!

Ilustrasi. (foto: bustanul arifin/cakrawarta)

Surabaya, – Sebuah lembaga bernama Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS) baru-baru ini menyatakan niatnya untuk mengajukan gugatan uji materi kepada pemerintah atas aturan yang melarang penjualan rokok eceran. Gugatan tersebut menargetkan Pasal 434 dan Pasal 194 dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, yang dianggap merugikan pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) di sektor tembakau.

Menanggapi isu ini, Pakar Kebijakan Publik Gitadi Tegas Supramudyo mengatakan bahwa perlu ada kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy) dalam merumuskan aturan semacam ini. Menurut Gitadi, konsumen utama rokok eceran adalah masyarakat berpenghasilan rendah yang kesulitan membeli rokok dalam jumlah besar.

“Karena itu, penjualan rokok eceran banyak terjadi di warung-warung kecil, toko-toko, dan warung kopi yang ada di sekitar masyarakat,” ujarnya dalam keterangannya, Rabu (21/8/2024).

Menurut Gitadi, meskipun dampak langsung dari larangan penjualan rokok eceran terlihat kecil untuk UMKM, namun dampak tidak langsung atau multiplier effect-nya akan cukup besar.

“Orang yang membeli rokok eceran biasanya juga membeli produk lain, seperti gorengan atau nasi bungkus. Ini yang perlu dipertimbangkan dalam analisis dampak kebijakan ini,” imbuhnya.

Mengenai gugatan lembaga KERIS, Gitadi melihat bahwa gugatan ini relevan dan dapat dianggap sebagai upaya untuk membela kepentingan rakyat kecil yang menggantungkan hidupnya pada penjualan rokok eceran. Namun, Gitadi juga mengingatkan bahwa kebijakan ini harus tetap sejalan dengan tujuan jangka panjang untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Pakar Kebijakan Publik Universitas Airlangga, Gitadi Tegas Supramudyo. (foto: unair)

“Jika dilihat dari perspektif peningkatan kesehatan, larangan ini mungkin sejalan dengan upaya untuk menekan konsumsi rokok di Indonesia. Tapi sekali lagi, masalah utama kita adalah di implementasinya. Kebijakannya mungkin bagus, tapi implementasinya yang sering kali sulit dan tidak terukur,” tegas Gitadi.

Gitadi pun menyebut bahwa kebijakan larangan penjualan rokok eceran ini mungkin tidak akan efektif untuk mengurangi jumlah perokok aktif. “Selama harga rokok masih terjangkau dan pabrik-pabrik besar tetap memproduksi dalam jumlah besar, larangan ini mungkin hanya akan menggeser pola konsumsi, bukan mengurangi secara signifikan,” paparnya.

Karena itu, dosen FISIP Universitas Airlangga itu menyarankan agar pemerintah mencari solusi yang seimbang antara kepentingan kesehatan masyarakat dan keberlanjutan ekonomi pelaku usaha kecil di sektor tembakau.

“Karena itu, penting untuk melakukan sosialisasi yang lebih intensif dan efektif dulu sehingga tidak hanya mengandalkan pelarangan-pelarangan, tetapi juga edukasi yang menyentuh kesadaran masyarakat sejak dini,” pungkas Gitadi.

(khefti/rafel)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Berita Terbaru

Most Popular