
NGAWI, Cakrawarta.com – Di tengah udara sejuk Ngawi, langkah-langkah lembut rombongan Persit Kartika Chandra Kirana (KCK) terdengar menyusuri jejak sejarah. Ketua Umum Persit KCK Ny. Uli Simanjuntak, didampingi Ketua Persit KCK Koorcab Rem 081 Ny. Frieda Untoro, mengunjungi Benteng Van Den Bosch atau yang akrab disebut Benteng Pendem, hari ini, Jumat (24/10/2025).
Dalam kunjungan tersebut, Ny. Uli bersama pengurus pusat Persit meninjau langsung kondisi benteng peninggalan kolonial yang kini dikelola Yon Armed 12 Kostrad. Tur bersejarah ini dipandu oleh Serma Nanang, yang menjelaskan detail sejarah, fungsi ruang-ruang kuno, serta proses revitalisasi yang dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Dinding tebal dan lengkungan pintu tua di Benteng Van Den Bosch menjadi saksi bisu perjalanan panjang bangsa Indonesia. Dengan penuh perhatian, Ny. Uli menyimak setiap kisah yang melekat pada bangunan yang berdiri sejak 1839 itu.
“Bangunan ini memiliki nilai historis yang tinggi bagi bangsa Indonesia. Tolong kebersihannya dan perawatannya dijaga dengan baik, supaya tetap lestari dan bisa dinikmati generasi mendatang,” pesan Ny. Uli dengan nada penuh kepedulian.
Tak hanya menyoroti aspek fisik, ia juga menekankan pentingnya penguatan literasi sejarah di setiap situs bersejarah. Menurutnya, informasi sejarah yang lengkap akan membuat setiap pengunjung lebih memahami makna perjuangan di balik bangunan tua tersebut.
“Benteng ini bukan sekadar peninggalan masa lalu, tapi juga ruang belajar tentang keteguhan dan semangat bangsa,” tambahnya.
Kunjungan ini menjadi bentuk apresiasi dan kepedulian Persit KCK terhadap pelestarian warisan budaya dan sejarah nasional. Melalui kegiatan seperti ini, Persit berharap dapat menumbuhkan kecintaan masyarakat, terutama generasi muda, terhadap sejarah perjuangan bangsa.
Sebagai catatan, Benteng Van Den Bosch dibangun antara tahun 1839-1845 oleh Pemerintah Kolonial Belanda sebagai pusat pertahanan untuk menghadapi sisa pasukan Pangeran Diponegoro. Kini, benteng tersebut tak lagi menjadi simbol penjajahan, melainkan ikon wisata sejarah dan edukasi yang mengajarkan makna kebangsaan dan persatuan.(*)
Kontributor: Arwang
Editor: Abdel Rafi



