Friday, December 12, 2025
spot_img
HomeEkonomikaKasus Beras Oplosan Kian Marak, APT2PHI: Pedagang Kecil Terancam Jadi Kambing Hitam!

Kasus Beras Oplosan Kian Marak, APT2PHI: Pedagang Kecil Terancam Jadi Kambing Hitam!

Ilustrasi harga beras di pasar tradisional. (foto: Cakrawarta)

JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Ketua Umum Asosiasi Pedagang dan Tani Tanaman Pangan dan Hortikultura Indonesia (APT2PHI), Rahman Sabon Nama, angkat bicara soal maraknya kasus beras oplosan yang disebut merugikan negara hingga Rp99 triliun per tahun. Pernyataan itu sebelumnya disampaikan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI, Rabu (16/7/2025).

Rahman menilai, isu beras oplosan yang diangkat pemerintah justru semakin meresahkan para pedagang kecil dan konsumen, di tengah harga beras yang terus melambung.

“Praktik oplosan beras itu sebenarnya bukan hal baru. Sudah berlangsung dari zaman Orde Lama. Yang jadi masalah adalah jika kualitas campuran tidak jelas lalu dikemas dan dijual sebagai beras premium. Itu jelas penipuan dan harus ditindak tegas,” tegas Rahman dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (18/7/2025).

Ia mengingatkan agar pemerintah tidak gegabah dalam menindak praktik oplosan, khususnya di level pedagang kecil. Menurutnya, mencampur beras dari berbagai kualitas di tingkat pengecer adalah hal lumrah, asalkan takaran campuran dijelaskan dengan jujur kepada konsumen.

“Jangan sampai pedagang kecil jadi kambing hitam. Mereka bukan pelaku utama di balik peredaran beras oplosan ilegal. Yang harus disasar adalah produsen besar yang menjual kemasan campuran tanpa standar,” tandasnya.

Menurut Rahman, pemerintah perlu segera mengeluarkan aturan khusus terkait penjualan beras oplosan di pasar eceran, bukan melarang total. Ia mengusulkan pemerintah mengatur standar takaran campuran, misalnya dengan formula 3:2 antara kualitas broken 5%, 15%, dan 25%.

Sementara itu, Rahman mengkritik pernyataan pemerintah soal surplus cadangan beras nasional yang dinilainya tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan. Ia mengungkapkan, harga grosir beras di Pasar Induk Cipinang (PIC) Jakarta terus naik, dengan tren serupa di 136 kabupaten/kota seluruh Indonesia. Kenaikan harga berkisar antara Rp2.000 hingga Rp2.500 per kilogram, kecuali di Maluku dan Papua yang ekstrem mencapai Rp54.000 per kilogram.

Ketua Umum APT2PHI Rahman Sabon Nama. (foto: Cakrawarta)

“Ironis. Pemerintah bicara surplus stok, tapi harga di pasar tak terkendali,” sindirnya.

Soroti Minimnya Peran Bulog 

Rahman juga menyoroti peran Bulog yang menurutnya tidak optimal dalam mengendalikan distribusi beras dari daerah surplus ke daerah defisit. Ia menyebut Bulog seharusnya memainkan peran sentral dalam menjaga ketersediaan dan kestabilan harga di pasar.

Sebagai Ketua Umum Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN), Rahman mengingatkan pemerintahan Prabowo Subianto agar lebih serius mengatasi dua masalah besar: pangan dan inflasi.

“Stabilitas harga beras harus jadi prioritas utama. Dan pemerintah juga perlu waspada pada imported inflation akibat ketergantungan bahan baku impor seperti kedelai, gandum, dan bungkil kedelai,” tegasnya.

Rahman pun mengingatkan agar operasi pengawasan oleh Kementerian Pertanian dan Satgas Pangan Polri tidak berubah menjadi aksi pemalakan terhadap pedagang kecil. “Pedagang kecil jangan dijadikan korban. Aturannya yang diperbaiki, bukan orang kecil yang dikorbankan,” pungkasnya.(*)

Editor: Abdel Rafi 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular