Thursday, December 11, 2025
spot_img
HomePolitikaNasionalPBNU Kembalikan Peran Syuriah, Ulama Tak Lagi Jadi 'Stempel' Organisasi

PBNU Kembalikan Peran Syuriah, Ulama Tak Lagi Jadi ‘Stempel’ Organisasi

Para peserta PPWK perdana berfoto bersama para jajaran teras PBNU dalam momen pembukaan yang hangat dan hangat di Ponpes Miftachussunnah, Surabaya, Kamis (17/7/2025) malam. (foto: PWNU Jatim for Cakrawarta)

SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mulai membangkitkan kembali peran strategis syuriah, lembaga ulama NU yang selama ini cenderung hanya jadi “stempel” organisasi. Upaya itu dilakukan melalui Pendidikan Pengembangan Wawasan Keulamaan (PPWK) perdana di Surabaya yang dimulai sejak Kamis (17/7/2025) hingga Minggu (20/7/2025) mendatang.

“Selama 30 hingga 40 tahun terakhir, syuriah seolah hanya menjadi pelengkap administratif. Padahal NU lahir sebagai organisasi ulama. PPWK ini menjadi langkah untuk mengembalikan posisi ulama sebagai pengendali utama NU,” tegas Wakil Rais Syuriah PBNU KH Anwar Iskandar saat membuka PPWK di Pesantren Miftachussunnah, Surabaya, Kamis (17/7/2025) malam.

KH Anwar menyoroti maraknya konflik antar warga NU di era media sosial, di mana perdebatan agama justru menjadi pemicu perpecahan. “Di era digital, perang wacana antar warga NU sangat mudah terjadi. Maka PPWK ini diharapkan mampu memulihkan peran ulama dalam mempersatukan semua unsur NU mulai politisi, birokrat, akademisi, akar rumput, dan pesantren,” ujarnya.

PPWK dihadiri Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, Katib Aam PBNU KH Ahmad Said Asrori, dan Ketua Panitia Prof Mohammad Nuh. Dalam kesempatan itu, KH Anwar mengutip sikap KH Imron Hamzah, ulama NU era 1990-an, yang selalu lebih mendahulukan keputusan NU daripada pendapat pribadinya.

“Setiap keputusan NU adalah hasil musyawarah para ulama dari berbagai sudut pandang. Jangan buru-buru curiga atau menolak,” pesannya.

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf menegaskan, dalam Qonun Asasi NU, posisi ulama sebagai pemilik dan pengendali NU sudah sangat jelas. “NU itu milik ulama. Non-ulama hanya pengikut, bukan pemilik,” tegasnya.

 

Namun Gus Yahya mengakui, dominasi syuriah mulai memudar sejak era KH Ma’shum Ali (1981–1984), ketika NU mulai diwarnai dominasi sarjana dan kaum profesional. “Peran syuriah pun tenggelam. Berbeda dengan Rais Aam saat ini, KH Miftachul Akhyar, yang tumbuh dari pesantren sekaligus berproses di NU dari tingkat ranting hingga pusat,” katanya.

Gus Yahya juga mengingatkan bahwa distribusi kader ulama belum merata. “Ada PCNU di Mentawai, Timika, Manggarai Barat, hingga Papua Pegunungan yang bahkan belum memiliki syuriah. Ini masalah serius,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua Panitia PPWK Prof Mohammad Nuh menjelaskan, program ini diikuti 64 ulama dari berbagai daerah, dengan tujuan membentuk kader ulama NU yang tidak hanya ahli agama, tapi juga memahami persoalan sosial umat.

“PPWK bukan sekadar pelatihan. Ini ruang dialektika: bagaimana memadukan logika ala Nabi Musa dan kebijaksanaan ala Nabi Khidzir. Ulama NU harus jadi problem solver, bukan sekadar juru fatwa,” jelasnya.

Prof Nuh menyebut hasil riset Alvara menunjukkan kebutuhan utama warga NU di bidang non keagamaan yakni kesehatan (31,6%), pendidikan (26%), dan ekonomi (23,3%). “Ulama masa depan NU harus hadir menjawab itu semua,” ujarnya.

Metode PPWK disusun interaktif, meliputi Focus Group Discussion (FGD), studi kasus nyata, simulasi kepemimpinan, hingga jejaring antarwilayah dan lintas generasi.

“Targetnya jelas yaitu membentuk ulama NU yang siap memimpin tidak hanya di mimbar, tapi juga di tengah tantangan zaman,” pungkas Prof Nuh.(*)

Editor: Abdel Rafi 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular